Jika Chatgpt Menulis Puisi
Edisi: 7 Mei / Tanggal : 2023-05-07 / Halaman : / Rubrik : GH / Penulis :
AWALNYA Dadang Ari Murtono merasa pesimistis ketika mendapat tawaran menulis dari penerbit buku Indonesia Tera pada Maret lalu. Saat itu penerbit buku di Magelang, Jawa Tengah, tersebut meminta Dadang bereksperimen menggarap sebuah novela berkolaborasi dengan beberapa peranti artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan, dari ChatGPT, Sudowrite, hingga Bing.
Dadang mengaku sempat pesimistis karena, setiap kali ia memasukkan umpan dengan sebuah kalimat, ChatGPT selalu memberikan tawaran yang klise. Dalam percobaan awal, Dadang memberi pancingan dengan kalimat: "Sepasang suami-istri meninggal, tapi mereka tidak bisa menuju akhirat." ChatGPT memberikan respons: "Karena sepasang suami-istri itu melakukan ajaran sesat sehingga harus kembali ke jalan yang benar. Mereka harus kembali menyembah Tuhan."
“Kok, tiba-tiba seperti sedang mendengar khotbah. Rasanya seperti membawa pesan moral,” kata Dadang ketika berbincang dengan Tempo secara daring, Sabtu, 29 April lalu.
Dadang menuturkan, itu perjumpaan awalnya dengan AI. Sebagai penulis konvensional, dia seperti berdampingan dengan sesuatu yang mati. "Itu yang ada di perasaan saya dan membikin saya tidak nyaman," ucap pemenang III Sayembara Puisi Dewan Kesenian Jakarta 2021 melalui manuskrip "Sapi dan Hantu" ini.
Ketidakpuasan Dadang dalam serangkaian percobaan itu mendapat titik terang setelah ia bertemu dengan pendiri Patjar Merah, Windy Ariestanty. Windy memberikan ide menjadikan AI rekan kerja dalam proses kreatif. Sebagai mesin yang mampu menulis, AI masih belum bisa memasukkan elemen lain seperti emosi dan lapisan-lapisan kemanusiaan dalam suatu cerita. "Makanya idenya menulis bersama AI, bukan menulis menggunakan AI. Jadi semacam kerja kolaborasi,” ujarnya.
Dadang kemudian mencoba pendekatan itu. Mula-mula ia membuat paragraf pancingan dengan menulis satu bab dan mengirimkannya kepada seorang editor di Indonesia Tera. Sang editor lantas mengirimkannya kepada beberapa alat AI, yaitu ChatGPT dan Bing, sebagai umpan. Hasil yang diciptakan dua alat itu kemudian dikirim kembali kepada Dadang yang mempunyai hak "mengobrak-abrik", menghapus, ataupun mengambil sebagian teks.
"Pada akhirnya saya menulis satu paragraf pertama tanpa saya tahu kelanjutannya seperti apa. Nanti kita akan merespons apa yang diusulkan oleh AI, bisa satu kalimat atau beberapa bagian saja dan itu bisa dihapus," tuturnya.
Novela itu diawali dengan adegan seorang perempuan yang berenang di kolam renang sebuah kota. Tiba-tiba muncul bajak laut yang kemudian menculik sang perempuan. Dari situ, Dadang menunggu apa yang akan direspons oleh dua alat AI tersebut. Setelahnya, Dadang berjumpa dengan lanjutan alur dengan gaya ala cerita fantasi.
ChatGPT menggambarkan tokoh perempuan sebagai kata kunci menuju tempat harta karun. Sedangkan tawaran dari Bing adalah tokoh perempuan itu merupakan anak seorang raja yang juga menjadi akses bagi sang bajak laut untuk mendapatkan harta karun. "Saya pikir itu tidak mungkin dipakai. Saya tidak mengharapkan menjadi sebuah cerita fantasi," kata Dadang.
Dadang kemudian memunculkan sebagian usul AI dalam bab berikutnya, yaitu pekerjaan-pekerjaan aneh seorang tokoh. Dadang menjelaskan, tokoh itu adalah seorang penduga. "Itu yang kemudian yang saya pakai, cara kerja seperti itu. Karena kalau saya hanya meneruskan dari AI, akhirnya akan gampang sekali tertebak ceritanya," Dadang melanjutkan.
Ihwal penokohan, Dadang menyebutkan ChatGPT dan Bing bisa menyesuaikan respons dengan apa yang disiapkan sejak awal. Namun alur penceritaan yang ditawarkan cenderung mudah tertebak.
Draf awal novela yang diberi judul “Buku Pegangan Mencari Kerja” itu sudah dikirim ke editor Indonesia Tera. Dadang membutuhkan waktu kurang-lebih satu minggu untuk menyelesaikan proyek menulis novela bersama AI tersebut. Dia mengatakan novela itu terdiri atas 17-18 ribu kata dengan total sekitar 70 halaman.
Kini Dadang bersama tim editor Indonesia Tera masih akan mendiskusikan draf awal novela tersebut. Bisa jadi akan ada pengembangan lain mengenai judul, tokoh, alur penceritaan, atau unsur lain.
Meskipun belum ada kepastian novela ini terbit, Dadang mengaku mendapat sebuah pengalaman baru dalam penjelajahan proses kreatif menulis bersama mesin. “Setidaknya saya sekarang bisa bermain-main dengan hal baru,” ucapnya.
Dadang Ari Murtono/Dok Pribadi
ChatGPT juga dimanfaatkan Akbar Rafsanjani. Masih lekat dalam ingatan pria 32 tahun itu pengalamannya menggunakan ChatGPT saat menulis sepuluh sinopsis film pada Februari lalu. Akbar hanya diberi waktu satu hari untuk menyelesaikannya. Dia pun putar otak dan mencari siasat untuk merampungkan naskah sepanjang 200 kata tersebut dalam waktu singkat. Akhirnya dia memutuskan menulis sinopsis film pendek fiksi itu memakai ChatGPT.
“Kalau enggak ada ChatGPT, mungkin baru rampung seminggu kali, ya. Sehari satu sinopsis. Karena…
Keywords: Kecerdasan Buatan, ChatGPT, 
Foto Terkait
Artikel Majalah Text Lainnya
Tak Terpisahkan Capek, Jazz, dan Bir
1993-10-02Sejumlah eksekutif mencari dunia lain dengan mendatangi kafe. kafe yang menyuguhkan musik jazz jadi rebutan.…
AGAR MISS PULSA TIDAK KESEPIAN
1993-02-06Pemakaian telepon genggam atau telepon jinjing kini tak hanya untuk bisnis tapi juga untuk ngobrol.…
INGIN LAIN DARI YANG LAIN
1992-02-01Festival mobil gila dalam pesta otomotif 92 di surabaya akan diperlombakan mobil unik, nyentrik dan…