Mengapa Hakim Konstitusi Tak Melihat Sengketa Pilpres Dari Sudut Pandang Keadilan

Edisi: 28 Apr / Tanggal : 2024-04-28 / Halaman : / Rubrik : LAPUT / Penulis :


LAGA di Mahkamah Konstitusi sesungguhnya bukan pertarungan para pasangan calon presiden dan wakil presiden, melainkan hukum melawan keadilan. Seharusnya hukum adalah soal keadilan. Nyatanya, di Mahkamah Konstitusi, hukum seakan-akan diadu dengan keadilan karena hukum dimaknai secara sempit sekadar sebagai undang-undang.
Putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) 2024 menyatakan permohonan pasangan calon presiden 01 dan 03 ditolak seluruhnya. Namun putusan ini tidak bulat. Tiga dari delapan hakim menyatakan pendapat berbeda, yaitu Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Arief Hidayat. Dua posisi berbeda ini menggambarkan dua cara pandang yang berlainan tentang hukum. Lima hakim yang menolak permohonan itu menganggap tidak ada hukum yang dilanggar karena hukum dimaknai sebagai peraturan perundang-undangan, terutama undang-undang tentang pemilihan umum. Sedangkan tiga hakim yang mengajukan dissenting opinion memaknai hukum sebagai keadilan.
Bisa jadi, demarkasi antara hukum dan keadilan justru disebabkan oleh faktor-faktor nonhukum, seperti pertimbangan politik, ekonomi, dan keamanan. Faktor nonhukum mungkin menjadi dominan, karena putusan ini memang bisa sangat berbeda bila ada tambahan satu hakim ke kubu keadilan. Dengan jumlah hakim delapan orang, tambahan hakim yang berbeda pendapat akan menyebabkan posisi menjadi 4-4. Menurut undang-undang, dalam situasi remis ini, suara Ketua Mahkamah Konstitusi dihitung dua. Jika saja hakim ketua Suhartoyo berpandangan sama dengan tiga hakim yang menyatakan pendapat berbeda, pemilihan presiden masih akan berlangsung sekali lagi.
Selama ini, ada kesepakatan tak tertulis di Mahkamah Konstitusi dalam memutus PHPU dengan suara bulat, tanpa pendapat berbeda, dengan tujuan menguatkan legitimasi pemerintah. Karena kali ini kesepakatan tak tercapai, tak salah bila kita terus mendiskusikan pemilihan presiden 2024, perbaikan apa yang harus dilakukan serta…

Keywords: Mahkamah KonstitusiSengketa PilpresKeadilanPemiluNepotismeKecurangan PemiluEtikaJudicial Activism
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

W
Willem pergi, mengapa Sumitro?; Astra: Aset nasional
1992-08-08

Prof. sumitro djojohadikusumo menjadi chairman pt astra international inc untuk mempertahankan astra sebagai aset nasional.…

Y
YANG KINI DIPERTARUHKAN
1990-09-29

Kejaksaan agung masih terus memeriksa dicky iskandar di nata secara maraton. kerugian bank duta sebesar…

B
BAGAIMANA MEMPERCAYAI BANK
1990-09-29

Winarto seomarto sibuk membenahi manajemen bank duta. bulog kedatangan beras vietnam. kepercayaan dan pengawasan adalah…