
Seto Mulyadi
Akibat kebandelannya, Seto kecil pernah jatuh saat bermain sampai kening kirinya sobek. Untuk menutupi bekas jahitan, potongan rambutnya dibuat ala Beatles. Sampai dewasa, ketika sudah jadi Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, Seto Mulyadi tetap setia dengan model rambutnya.
Akibat kesulitan ekonomi sepeninggal ayahnya, Mulyadi—direktur perusahaan perkebunan negara di Klaten—pada 1966, Seto terpaksa dititipkan ke rumah bibinya di Surabaya, bersama kakak dan saudara kembarnya, Kresno. Melanjutkan sekolahnya di SMA St. Louis Surabaya, bukannya tanpa kendala. Untuk meringankan beban bibinya, juga buat memenuhi biaya sekolah, Tong—panggilan akrab Seno dalam keluarganya—nyambi jadi pengasong di jalan-jalan selepas sekolah. Ia aktif pula mengisi sebuah rubrik untuk anak-anak di majalah terbitan Surabaya, Bahagia. “Di situ saya mulai memakai nama Kak Seto,” ujarnya. Sejak itulah, dan sampai sekarang, ia dikenal dengan panggilan Kak Seto.
Walau sekolah sambil bekerja, Seto tetap bisa aktif di OSIS bersama kembarannya. Bahkan rapornya selalu…