Setelah Merdeka dengan Nasionalisme

Edisi: 24/30 / Tanggal : 2001-08-19 / Halaman : 135 / Rubrik : AK / Penulis : , ,


Ikhtiar kemerdekaan Indonesia, seperti di banyak tempat lain, berinteraksi dengan banyak faktor dan aktor. Terkadang faktor dan aktor kecil berperan lebih besar dari kapasitas mereka, seperti terkesan dari tindakan Laksamana Tadashi Maeda dan Edwina Mountbatten.

Hari-hari sesudah pro-klamasi pun masih harus menghadapi banyak badai, termasuk, misalnya, subversi negara lain seperti Amerika Serikat dan Australia. Juga aksi bekas "penjajah asli" Belanda, yang antara lain dipatahkan oleh diplomasi Perdana Menteri Sjahrir.

Tapi bagaimanakah hari-hari mendatang ha-rus dilalui, terutama dengan modal sosial, ekonomi, dan politik kita yang kian minim hari ini?

Hari ulang tahun kemerdekaan sebuah negeri selalu merupakan saat yang baik untuk merenungkan nasionalisme—juga sekaitan dengan globalisasi yang telah menerpa dalam kadar yang mungkin jauh lebih besar daripada yang ingin kita terima dan kita akui.

***

Maeda, Lalu Kita Merdeka

Tadashi Maeda mungkin orang non-Indonesia yang paling berjasa "mempercepat" proklamasi kemerdekaan.

LAKSAMANA Muda Tadashi Maeda tak punya wewenang eksekutif apa pun. Ia hanya Kepala Kantor Penghubung Angkatan Laut dengan Angkatan Darat di Jakarta. Garisnya ke penguasa militer bersifat koordinatif, sedangkan hierarkinya ke atas adalah Panglima Armada 2 Selatan di Surabaya. Namun, sejak Januari 1943, pria 47 tahun itu ikut "membina" kepemimpinan nasional Indonesia. "Operasi khusus" ini dikendalikan melalui Dai Sanka (Departemen 3) Kantor Penghubung AL.

Pemimpin Armada 2 memang punya pandangan strategis, yakni melanggengkan hubungan baik antara Jepang dan Indonesia yang kelak akan merdeka. Pengalaman menjadi perwira hubungan luar negeri dan atase AL di Belanda dan anggota misi Jepang ke berbagai negara membuat Maeda kompeten untuk "fungsi teritorial". Lagi pula, secara pribadi, perwira navigasi ini memang bersimpati kepada perjuangan Indonesia.

Kamis pagi, 16 Agustus 1945. Sesuai dengan janji, Laksamana Maeda akan meneruskan pengumuman resmi menyerahnya Jepang kepada tiga pemimpin Indonesia: Sukarno, Mohammad Hatta, dan Ahmad Subardjo. Ia menanti mereka di kediaman resminya, bangunan 10 kamar di Myako-dori (kini Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat). Tapi hanya Subardjo yang muncul. Ia cemas, keduanya ditangkap Angkatan Darat.

Merasa berkepentingan, Maeda menelepon kantor Gunseikan (penguasa pemerin-tahan militer). Mereka menyatakan tidak tahu. Ia kemudian bergegas menemui Mayjen Otoshi Nishimura, Soomubucho (Kepala Staf Urusan Umum) Tentara ke-16. Kata…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

A
Antara Solar dan Solar
1994-06-18

Pilot project diterjemahkan pilot proyek, atau status simbol asal kata symbol status. penerjemahan seperti itu…

I
INDONESIA DIINTERVENSI?
2003-01-12

Kemungkinan intervensi militer terhadap indonesia bukan isapan jempol. kemelut timor timur telah membuktikannya. di luar…

K
KITA MENGUNDANG INTERVENSI ASING?
2003-01-12

Banyaknya konflik internal telah dan akan mengundang intervensi asing ke indonesia. tapi tudingan mungkin lebih…