Jacob Nuwa Wea: "serasa Mayat Itu Ada Di Depan Kami"

Edisi: 22/31 / Tanggal : 2002-08-04 / Halaman : 45 / Rubrik : WAW / Penulis : Endah W.S., Dewanto, Nugroho , Kleden, Hermien Y.


"Saya melihat tentara ada di mana-mana. Saya melihat massa mulai membakar-bakar apa saja di jalanan. Saya memantau situasi dan melihat kantor kami yang sudah hancur lebur," ujarnya mengenang peristiwa penyerbuan Kantor PDI enam tahun silam. Tak sampai 24 jam sebelumnya, dia meninggalkan kantor itu dalam keadaan masih utuh.

Tragedi "Sabtu Kelabu" itu, 27 Juli 1996, sudah lewat bertahun-tahun. Tapi orang agaknya belum melupakannya. Dan orang masih bertanya tentang misteri hilangnya sejumlah orang, tanpa pernah jelas riwayat kematiannya—di balik peristiwa berdarah itu. Siapa saja mereka? Jenazahnya ada di mana? Dan siapa saja yang mesti bertanggung jawab? Sederet nama telah ditetapkan sebagai tersangka. Salah satunya adalah Sutiyoso, Gubernur DKI Jakarta. Ketika itu, sang Gubernur menjabat Panglima Daerah Militer Jakarta.

Salah satu tokoh PDI yang hadir di Jakarta ketika itu adalah Jacob Nuwa Wea, orang dekat Megawati yang kini menjadi Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Dia hadir sepanjang malam di rumah Megawati di Kebagusan, Jakarta Selatan, pada 27 Juli. Dia memang loyalis Megawati dan praktis selalu menjadi pendukung Sang Ketua Umum PDI Perjuangan di saat-saat susah. Banyak yang menyebutnya sebagai salah satu confidante Megawati untuk urusan Partai.

Jacob berada di belakang Mega tatkala Kongres di Medan pada 1993. Inilah awal dipecah-belahnya PDI: pemerintah hanya mengakui PDI pimpinan Soerjadi. Dan Mega serta pengikutnya seperti hidup dalam diaspora. Jacob dan arus bawah pendukung Partai menyatakan tetap setia kepada Mega dan menamakan diri mereka PDI Pro-Mega—cikal bakal PDI Perjuangan. Hari-hari ini, ketika sebagian pengurus dan anggota Partai sakit hati karena langkah Megawati mendukung pencalonan kembali Sutiyoso menjadi Gubernur DKI Jakarta, Jacob hanya mengatakan, "Secara pribadi saya menolak Sutiyoso, tapi sebagai kader Partai saya taat kepada keputusan pimpinan."

Lahir di Kota Keo, sebuah desa pegunungan yang berkabut di Kabupaten Ngada, Flores Tengah, Jacob tadinya diharapkan kedua orang tuanya untuk menjadi insinyur. Ayahnya, Wilhelmus Wai Wea, adalah seorang kepala desa yang cukup berada. Dengan 500 lebih ekor sapi yang dia miliki, Wilhelmus mengirim anaknya bersekolah di Mataram. Lulus SMA, ia pindah ke Surabaya dan "bekerja apa saja di perantauan". Dia pernah menjadi kuli pemanggul barang dan tidur berpindah-pindah di tempat. "Kalau tak ada pekerjaan, saya terpaksa menjual baju untuk makan," Jacob bercerita tentang zaman susah itu.

Jacob kemudian berhasil menyelesaikan studi di Akademi Perburuhan Indonesia di Jakarta pada 1978, dan mulai bekerja di beberapa perusahaan swasta. "Saya mulai dari bawah sekali," tuturnya. Di masa ini pula Jacob mulai terlibat aktif dengan organisasi buruh. Mula-mula dia memimpin sebuah serikat buruh kecil berhaluan nasionalis: Kesatuan Buruh Marhaenis (KBM). Pengalamannya di organisasi terus meningkat. Hingga pada tahun 2000, dia diangkat sebagai Ketua Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSPSI), organisasi buruh terbesar yang dulu dikooptasi pemerintah Orde Baru.

Ketika Megawati menjadi presiden, Jacob "Sang Confidante" pun naik ke kursi menteri. Tentang komentar yang menyebutkan…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…