Prof. Dr. Parsudi Suparlan, Ph.d.: "dalam Konflik Sampit, Yang Bertanggung Jawab Nayau"

Edisi: 11/30 / Tanggal : 2001-05-20 / Halaman : 41 / Rubrik : WAW / Penulis : W.S., Endah


BELUM ada solusi permanen atas konflik antaretnis di Kalimantan Tengah hingga kini. Sejak kerusuhan Sampit pada pertengahan Februari silam yang menjalar ke Palangkaraya, Kualakapuas, dan Pangkalanbun, kondisi daerah bekas kerusuhan itu belum normal. Rumah-rumah orang Madura yang dibakar belum dibangun kembali. Nasib orang Madura masih menggantung, pun warga Dayak belum sepakat bulat tentang cara penyelesaian masalah dengan orang Madura.

Untuk itu, kekuatan-kekuatan masyarakat, seperti lembaga swadaya masyarakat, tokoh-tokoh masyarakat, dan para pakar, akan berkumpul di Sampit mulai 23 Mei 2001 dalam "Kongres Rakyat Kalimantan". Tujuannya adalah mencari solusi yang paling jitu untuk persoalan konflik antaretnis di Sampit, juga di daerah Kalimantan lainnya, atau bahkan di berbagai daerah di Indonesia.

Dalam perhelatan itu, Prof. Dr. Parsudi Suparlan, Ph.D., 63 tahun, seorang ahli antropologi dari Universitas Indonesia (UI), dipastikan mampu memberi sumbangan penting dalam mencari penyelesaian konflik secara permanen. Sebab, pengajar S2 dan S3 di Jurusan Antropologi UI ini tidak saja memiliki pengetahuan akademis, tapi juga punya pengalaman lapangan yang matang di daerah konflik antaretnis di Kalimantan. Parsudi beberapa kali terjun langsung ke daerah konflik etnis di Kalimantan itu, sejak peristiwa Sambas dua tahun lalu. Salah satu pendiri organisasi pencinta alam Mapala UI itu mewawancarai penduduk lokal untuk mendengar suara mereka. "Orang Dayak itu sebenarnya cinta damai," kata doktor lulusan Universitas Illinois di AS itu.

Lalu, mengapa orang Dayak bisa menjadi pembunuh? Lelaki yang beristrikan perempuan warga negara AS dan memiliki dua anak ini menjelaskan duduk persoalannya kepada Endah W.S. dan Bernard Chaniago dari TEMPO, di antara kepulan asal rokok dan tumpukan buku-buku yang memenuhi rumahnya di Kompleks Dosen UI, Ciputat, Kamis malam lalu. Berikut adalah petikan wawancaranya.

Menurut temuan lapangan Anda, apa sebenarnya yang terjadi di Sampit?

Kebanyakan analisis pakar menyatakan, konflik antaretnis di Sampit adalah benturan budaya. Menurut saya, yang terjadi adalah konflik antarsuku bangsa dalam hubungan antarsuku bangsa, yang merupakan hubungan sosial. Jadi, masalahnya adalah benturan antarsuku bangsa yang menggunakan acuan kebudayaan menurut stereotip atau keyakinan masing-masing, bukan menggunakan…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…