TNI: Netral, Tidak, Netral, Tidak...

Edisi: 06/30 / Tanggal : 2001-04-15 / Halaman : 76 / Rubrik : AK / Penulis : Kusuma, A.B. , Sinjal, Daud ,

A.B. Kusuma, Daud Sinjal *)

TNI turun-naik antara sikap netral dan tak netral. Ukuran sikapnya berbeda-beda.

BELUM sebulan menjabat panglima tentara, Jenderal Sudirman sudah berseberangan dengan pemerintah. Ia, yang dilantik menjadi Panglima TKR pada 18 Desember 1945, melibatkan diri menjadi pengurus inti Persatuan Perjuangan, yang mensyaratkan perundingan dengan Belanda atas dasar pengakuan kemerdekaan Indonesia 100 persen. Di seberangnya adalah pemerintah pimpinan Perdana Menteri Sutan Syahrir, yang menempuh perjuangan diplomasi dan untuk sementara mau menerima pengakuan de facto Belanda atas Indonesia sebatas Jawa dan Sumatra.

Menurut berkala Revue Indonesia, 22 Januari 1946, pada 15 Januari 1946 dibentuk panitia kecil untuk menggariskan program perjuangan. Dalam panitia tersebut, duduk 11 eksponen, antara lain Tan Malaka, Ir. Sakirman (mewakili Dewan Perjuangan Jawa Tengah), Sudirman (TKR), Atmadji (TKR Laut), dan Ibnu Parna (Pesindo). Pergerakan politik itu tadinya bernama Front Rakyat (Volksfront). Pada 16 Januari, front ini diresmikan menjadi Persatuan Perjuangan (PP), dan didukung oleh 141 organisasi politik, termasuk partai besar PNI dan Masyumi.

Pada Februari 1946, Perdana Menteri Syahrir digulingkan oleh mosi tidak percaya KNIP. Namun, meleset dari harapan PP, ia tidak diganti oleh Tan Malaka. Presiden Sukarno malahan menunjuk kembali Syahrir untuk memimpin pemerintahan. Menghadapi rongrongan oposisi yang makin gencar, Syahrir memerintahkan Menteri Dalam Negeri Dr. Sudarsono (yang membawahkan kepolisian) untuk menangkap Tan Malaka dan sejumlah aktivis PP, antara lain Mohamad Yamin,…

Keywords: -

---

Foto Terkait