Herman Nicolas Ventje Sumual: "Permesta Bukan Pemberontakan"

Edisi: 40/28 / Tanggal : 1999-12-12 / Halaman : 55 / Rubrik : WAW / Penulis : Setiyardi


GERBANG gubernuran di Kota Makassar terbuka lebih lebar hari itu, menyambut para tamu yang datang dari jauh dan dekat. Andi Pangerang Petta Rani berdiri di ambang pintu, menyambut rombongan dengan sangat ramah-tamah, kendati ia tahu pertemuan itu akan lebih merupakan sidang yang makan urat saraf ketimbang silaturahmi bahagia.

Sekitar 51 tokoh Perjuangan Semesta (Permesta) yang datang kemudian berunding selama tiga jam di kediaman Gubernur Sulawesi Andi Pangerang. Pada akhir pertemuan, mereka menandatangani Piagam Perdjoangan Semesta dalam Wilajah IT-VII Wirabuana. Dan Herman Nicolas "Ventje" Sumual, penanda tangan pertama, lantas membacakan ikrar bersama, yang kemudian dikenal sebagai Deklarasi Permesta.

Dengan membacakan ikrar, Ventje saat itu sesungguhnya tengah menuliskan bab yang penting dalam sejarah negeri leluhurnya. Deklarasi yang ditujukan ke alamat pemerintah pusat itu mengandung dua tuntutan penting: otonomi seluas-luasnya kepada daerah dan penghapusan sifat sentralisasi dari sistem pemerintahan politik nasional. Maka, lahirlah Permesta, pada hari itu, 2 Maret 1957. Sejarah kemudian mencatat, Permesta, yang mula-mula hanya sebuah deklarasi perjuangan, akhirnya berbuntut pada pemberontakan. Mengapa?

Herman Nicolas Sumual alias Ventje adalah orang yang paling tepat untuk menjawab pertanyaan ini. Ia bukan saja seorang pejuang tangguh, melainkan juga terlibat secara emosi serta fisik dalam seluruh proses panjang-sejak ide gerakan dicetuskan hingga akhir yang antiklimaks. Gerakan itu ditumpas TNI, sedangkan Ventje bersama kawan-kawannya harus membayar keterlibatan mereka dengan harga sepadan: masuk penjara.

Ventje lahir di Rembokan, Minahasa, 11 Juni 1922. Sebagai anak seorang sersan KNIL (serdadu Belanda), Ventje pernah belajar di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (1946-1948), Yogyakarta. Sembari kuliah, ia aktif sebagai perwira penghubung Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS) dan diangkat menjadi Kepala Staf Brigade XVI dengan pangkat mayor. Ia memimpin satuan-satuan KRIS dalam perjuangan menangkis serangan Belanda di Yogyakarta pada Januari 1949. Setahun kemudian, ia menjadi anggota Komisi Militer untuk Indonesia Timur dengan tanggung jawab wilayah Sulawesi Utara.

Pada Mei 1956 ia menjabat Kepala Staf Tentara Teritorium (TT) VII. Setelah tiga bulan, Ventje dilantik menjadi Komandan TT VII Indonesia Timur dengan pangkat kolonel. Pada 2 Maret 1957, ia mengumumkan SOB (staat van oorlog en beleg, negara dalam keadaan bahaya) di Indonesia Timur-sekaligus memproklamasikan Permesta.

Nama Permesta lantas digunakan oleh kalangan tertentu di Sulawesi Utara yang bergabung dengan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Alhasil, PRRI dan Permesta sering ditulis sebagai suatu kesatuan menjadi PRRI/Permesta. Penyatuan seperti ini ditolak Ventje. "Permesta bukan gerakan pemberontakan, melainkan suatu piagam perjuangan," ujarnya.

Kakek delapan cucu ini memimpin pemerintahan militer yang dibentuk Permesta. Kegiatan itu membuat Ventje dipecat dari TNI pada 26 Februari 1958. Sejak itu, ia pun semakin memusatkan kegiatannya dalam pergolakan. Dari 1958-1961, Ventje berjuang bersama pasukan PRRI/Permesta di Sulawesi Utara dan Maluku Utara. Gerakan itu ternyata tidak bertahan lama.

Pada 20 Oktober 1961 ia menyerah kepada pemerintah pusat dan masuk karantina serta tahanan militer selama lima tahun. Lepas dari bui, Ventje banting setir menjadi orang swasta. Ia mendirikan…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…