Usep Ranawidjaja: "Mengubah UUD 1945 Sudah Suatu Keharusan"
Edisi: 35/28 / Tanggal : 1999-10-31 / Halaman : 32 / Rubrik : WAW / Penulis : Budiyarso, Edy
INI peristiwa lama, lebih dari 40 tahun silam. Paduka yang Mulia Presiden Dr. Ir. Sukarno-begitulah sebutan Bung Karno di masa itu-hadir dalam Pembukaan Sidang Pleno Konstituante Republik Indonesia I di Bandung. Di sana, Rabu pagi, 22 April 1959, ia memberikan amanatnya agar RI kembali ke Undang-Undang Dasar 1945. Peristiwa ini merupakan antiklimaks dalam sejarah perundang-undangan RI. Usep Ranawidjaja, Sekretaris Jenderal Konstituante-sejak Juli 1957-hadir dalam ruangan itu. Ia menyaksikan, terlibat, serta teliti mencatat peristiwa demi peristiwa yang kemudian menjadi satu mosaik dalam sejarah Indonesia.
Konstituante adalah lembaga yang diresmikan Presiden pada 10 November 1956. Tugasnya merancang UUD RI untuk menggantikan UUD 1950 yang bersifat sementara. Namun, setelah bekerja selama 2 tahun, 5 bulan, 12 hari, Konstituante dibubarkan, juga oleh Presiden Sukarno. Maka, Indonesia pun kembali ke UUD 1945. Pembubaran ini merupakan buntut dari konflik berkepanjangan kubu PKI dan nasionalis-sekuler versus golongan Islam. Konflik itu semakin memuncak dan sejarah mencatat itulah akhir dari sebuah masa demokratis dalam sejarah Republik Indonesia. Dan kita mengetahui masa 40 tahun berikutnya bisa dianggap sebagai masa yang tidak demokratis atau sering juga disebut sebagai masa pemerintahan otoriter. Usep, yang juga tokoh Partai Nasional Indonesia (PNI), menyebutkan bahwa karisma Bung Karno ketika itu masih sangat luar biasa. Kendati sebagian tokoh politik tidak setuju terhadap Dekrit Presiden, mereka memilih diam.
Usep Ranawidjaja, guru besar Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus, lahir di Bandung, 9 Mei 1924. Sejak di sekolah menengah, ia dididik oleh tokoh pergerakan nasionalis, Dr. Douwes Dekker. Di bawah bimbingan Dekker, sejak berusia belasan tahun, ia sudah berkenalan dengan tokoh-tokoh pergerakan nasional. Pada 1953, ia menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Di masa-masa inilah Usep mengantarkan Douwes Dekker untuk bertemu dengan murid politiknya yang ketika itu telah menjadi Presiden Republik Indonesia: Sukarno.
Perjumpaan itu merupakan kontak pertama Usep dengan sang Presiden. Siapa sangka, di kemudian hari, ia menjadi Sekretaris Jenderal PNI (1965-1972)-partai politik yang didirikan Bung Karno. Usep tetap bersama PNI ketika partai ini menghadapi badai besar menjelang runtuhnya kekuasaan Presiden Sukarno pada 1965. Bersama Osa Maliki, Usep menghadapi PNI Ali-Surachman yang dianggap kekiri-kirian. Aktivitas Usep di kepartaian tidak berhenti setelah PNI-melalui Deklarasi Fusi 10 Januari 1973-lebur ke dalam Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Ia sempat memimpin partai ini pada 1975 bersama Sanusi dan mengalami kepemimpinan kembar di PDI pada 1977. Konflik internal…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…