Hartini Sukarno: "Saya Tidak Merebut Bung Karno"

Edisi: 24/28 / Tanggal : 1999-08-22 / Halaman : 32 / Rubrik : WAW / Penulis : Ichram, Yayi , Kleden, Hermien Y. ,


NAMANYA singkat saja: Hartini. Wanita yang masih terlihat ayu di usia senja ini pernah menjadi buah bibir di seantero negeri tatkala menikah dengan Presiden Sukarno pada 1954. Kaum ibu Indonesia-terutama yang bergabung dalam Perwari-dan yang waktu itu sangat menjunjung tinggi perkawinan monogami, geger dan gempar bukan alang kepalang. Hartini ditampik dan dijauhi. Namun, wanita dengan kecantikan khas Jawa ini tak tergoyahkan. Dia tegar bertahan.

Pertemuannya yang pertama kali dengan Presiden Sukarno terjadi di Salatiga, Jawa Tengah, dalam sebuah acara makan siang di rumah wali kota. Terjadi pada suatu hari tahun 1953, pertemuan itu praktis menentukan seluruh hidup Hartini setelah itu. Bung Karno jatuh cinta kepada janda berusia 29 tahun itu dan melamarnya. Setahun kemudian, keduanya menikah. Hartini lalu pindah dari Salatiga ke Istana Bogor.

Di paviliun istana itu, Hartini menjalani kehidupan sebagai istri kedua seorang presiden selama belasan tahun. Setiap pekan, dari hari Jumat, ia menantikan kedatangan suaminya. Dan setiap Senin, ia mengantar Bung Karno ke mobil, yang membawa sang Presiden kembali ke Jakarta. Dari perkawinan itu, ia melahirkan dua putra bagi Sukarno, yakni Taufan dan Bayu. "Di istana itu, kami bergurau, menonton film, bermesraan, dan juga bertengkar," tuturnya sembari tersenyum. "Saya belajar banyak hal dan meningkatkan pengetahuan karena Bung Karno selalu menginginkan seorang istri yang cerdas dan kawan bicara yang bijak," ia melanjutkan. Dari perkawinan pertamanya dengan Suwondo, ia memperoleh lima anak, yang kini semuanya telah dewasa dan berumah tangga.

Tien-sebutan akrab Hartini-adalah anak kedua dari lima bersaudara. Ia lahir di Ponorogo, Jawa Timur, pada 20 September 1924. Kedua orang tuanya mendidiknya secara tradisional-sebuah pendidikan yang melekat benar padanya. Sepanjang hidupnya, ia serius menjalani peran tradisional yang diajarkan orang tuanya. "Seorang istri harus juga menjadi ibu, kawan, dan kekasih bagi suami," ujarnya. Perkawinannya yang kedua ia jalani selama 16 tahun, hingga 24 Juni 1970, tatkala maut merenggut Bung Karno dari sisinya. Hartini menjadi satu-satunya istri yang berada di samping Bung Karno saat bekas presiden itu menutup mata untuk selama-lamanya.

Kini, di hari tuanya, Hartini mengisi waktu dengan kegiatan sosial, pengajian, senam, menerima tamu, dan menyelenggarakan rumah tangga. Di kediamannya, Jalan Proklamasi 62, Jakarta Pusat, Rabu dua pekan silam, ia menerima tim wartawan TEMPO: Yayi Ichram, Hermien Y. Kleden, serta fotografer Robin Ong, untuk sebuah wawancara khusus.

Petikannya:

Apakah Anda selalu menghadiri perayaan di Istana Negara setiap 17 Agustus?

Tergantung kondisi tubuh. Kalau kuat, biasanya saya hadir. Kehadiran di Istana selalu membawa berbagai perasaan: terharu, gembira, sedih. Banyak kenangan dari masa lalu melintas begitu saja. Saya bahagia karena undangan itu menandakan rasa hormat kepada jasa-jasa…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…