Ishadi Soetopo Kartosapoetro: "Waktu itu Pak Harto Seperti Raja..."

Edisi: 09/27 / Tanggal : 1998-12-07 / Halaman : 36 / Rubrik : WAW / Penulis : , ,


Melbourne pada bulan November masih terasa sejuk. Sembari berjalan-jalan di sekitar kampus University of Melbourne yang membentang dari kawasan Parkville sampai kawasan Carlton, Ishadi Soetopo Kartosapoetro, yang mengenakan celana jins, kaus polo biru tua, dan jaket hitam, lebih kelihatan seperti seorang mahasiswa daripada seorang bekas Dirjen Radio, Televisi, dan Film (RTF). Ishadi, yang baru saja "terpaksa" mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Dirjen RTF, kini tengah mempersiapkan tesis doktor S-3-nya di Universitas Indonesia. Untuk itu, ia mendapat semacam fellowship selama sebulan di University of Melbourne berupa fasilitas ruangan, telepon, komputer, perpustakaan, dan kesempatan berdiskusi, untuk mengumpulkan bahan tesisnya. "Tesisnya akan berbicara tentang bagaimana kaum profesional dalam dunia media elektronik akan selalu tarik-menarik dengan pemilik modal," tuturnya kepada Dewi Anggraeni dari Tempo, yang menemuinya di Melbourne.

Setelah sebulan, Ishadi mengaku akan kembali ke Jakarta sebulan, lalu melanjutkan risetnya ke Ohio selama sebulan, lalu ke Cornell University.

Lahir di Majene, Sulawesi Selatan, 30 April 1943, sejak awal latar belakang pendidikan Ishadi adalah bidang komunikasi Fisipol Universitas Indonesia. Setamat kuliah tahun 1967, dia langsung bergabung dengan TVRI sebagai reporter sampai tahun 1972, hingga dipercaya menjabat Kepala Seksi Pengendalian Berita selama empat tahun. Sepulang dari Ohio University, tempat dia mendapat gelar S-2 untuk jurnalisme (1981), Ishadi menjabat Kepala Sub-Direktorat Pemberitaan TVRI, 1982-1985 , lalu menjadi Kepala Stasiun TVRI Yogyakarta, 1985-1987, tempat dia banyak mencetak prestasi dengan mengorganisasi berbagai program menarik, antara lain Tanah Merdeka. Adalah Ishadi yang turut menciptakan dan mengembangkan tradisi sinetron bermutu ketika ia menjabat Direktur Televisi tahun 1987, saat ia mencari dana untuk pembuatan serial Sitti Nurbaya. Penggeserannya sebagai Direktur Televisi tahun 1992 semasa Harmoko menjadi Menteri Penerangan mengejutkan banyak orang. Setelah bergabung dengan TPI sebagai Direktur Operasional, Ishadi bergabung kembali dengan Departemen Penerangan di bawah pimpinan Menteri Alwi Dahlan. Namun, kembalinya Ishadi ke "kandang" ternyata tak berjalan mulus. Berikut adalah petikan wawancara dengan Ishadi. Wawancara pertama dilakukan di Jakarta oleh Ahmad Taufik dan Ahmad Fuadi dari Tempo; dan yang kedua ia ditemui dalam keadaan lebih santai di Melbourne oleh Dewi Anggraeni.

Akan ada pergantian manajemen dalam tubuh SCTV dan kabarnya itu atas permintaan Presiden B.J. Habibie. Apa komentar Anda karena kabarnya saat Anda menjabat Dirjen RTF, ada indikasi keluarga Habibie tertarik mengambil alih SCTV atau TV swasta lain?

Saya tidak punya informasi "dalam" yang bisa saya bagi. Yang bisa saya katakan sebagai pengamat. Televisi tidak bisa dilepaskan dari lingkungan…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…