Haji Muhammad Sanusi: "peledakan Itu Tak Bisa Disalahkan"

Edisi: 09/28 / Tanggal : 1999-05-10 / Halaman : 36 / Rubrik : WAW / Penulis : Dharmasaputra, Karaniya , Hermawan, Hardy R. ,


GELEGAR bom tak selalu bermakna teror. Di mata Ir. Haji Muhammad Sanusi, ia punya banyak wajah. Salah satunya adalah kezaliman. Perangkap intelijen Panglima ABRI saat itu, Jenderal Benny Moerdani, menempatkan namanya di pucuk jaringan peledakan kantor Bank Central Asia (BCA) Cabang Pecenongan, Gajah Mada, dan Jembatan Metro Glodok, Jakarta, pada 4 Oktober 1984 silam. Palu hakim dan Undang-Undang Antisubversi lalu mengirim Mantan Menteri Perindustrian dan Kerajinan Rakyat (1966-1968) itu ke balik terali besi selama hampir 10 tahun. Ia dibebaskan Mei 1994 dan kemudian beroleh amnesti Agustus tahun lalu dari Presiden Habibie.

Setelah peristiwa Tanjungpriok yang melukai hati umat Islam itu meletup pada 1983, Republik diguncang bom. Selain kasus BCA, rentetan ledakan meluluhlantakkan Gereja Sasana Budaya Katolik Magelang (1984), Candi Borobudur, dan bus Pemudi Express di Malang (1985). Beberapa pelakunya telah ditangkap. Tapi Soeharto tak mau menyia-nyiakan peluang emas: memberangus suara oposisi yang mulai diteriakkan Petisi 50, tempat Sanusi menjadi salah satu penandatangannya. Salah satu caranya, menerakan label "Eka" (Ekstrem Kanan). Tokoh Muhammadiyah sekaligus pendiri Partai Muslimin Indonesia (Parmusi) ini dituding berniat mendirikan Negara Islam Indonesia. Sebuah konsep yang justru tak pernah disepahaminya.

Yang dipahaminya saat itu adalah sebuah gerakan menentang kekuasaan totaliter Soeharto dan dominasi konglomerat keturunan Cina dalam perekonomian nasional. Sebuah sikap politik yang juga diyakini para pelaku pengeboman. Karena itulah, kepada Karaniya Dharmasaputra, Hardy R. Hermawan, dan fotografer Robin Ong dari TEMPO, ia tak ragu menyatakan, "Saya tak bisa menyalahkan mereka atas pengeboman itu."

Gelegar bom tak selalu durjana. Bagi pria kelahiran Klaten, Jawa Tengah, 77 tahun yang lalu itu, ia bahkan menjelma menjadi berkah. Penyakit ambeien yang dideritanya selama 30 tahun lenyap gara-gara "Senam Tera" yang rutin dilakoninya di penjara. Anggota Majelis Pertimbangan Pusat Partai Amanat Nasional ini juga mengaku tak menyimpan dendam. Berikut adalah penuturan getirnya, dengan suara yang kerap bergetar dan meninggi, tentang sebuah kekuasaan bernama Soeharto dan militer.

Bagaimana sebenarnya keterlibatan Anda dalam kasus peledakan BCA?

Saya tidak bersalah sama sekali. Pelakunya sendiri, Tasrief Tuasikal, yang menyatakan hal itu di pengadilan. Belakangan saya mendapat amnesti. Artinya, saya memang tidak terlibat.

Bukankah Tasrief sempat mengaku bertemu dengan Anda sebelum pengeboman dan diberi Rp 500 ribu untuk biayanya?

Saya sama sekali tidak kenal Tasrief. Memang, tiga hari sebelum peledakan, saya diperkenalkan dengannya…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…