Darmin Nasution: Saya Tak Peduli Soal Beking

Edisi: 39/36 / Tanggal : 2007-11-25 / Halaman : 44 / Rubrik : WAW / Penulis : Dewanto, Nugroho , Agustina, Widiarsi, Supriyanto, Agus


DIA termasuk pejabat eselon satu yang lama bertahan di Departemen Keuangan. Melewati berbagai posisi penting di departemen itu, mulai dari Direktur Jenderal Lembaga Keuangan, Ketua Bapepam, dan Direktur Jenderal Pajak, sejak zaman Menteri Keuangan Bambang Sudibyo hingga era Sri Mulyani.

Sering kali ia mengerjakan tugas melampaui bidangnya. Semasa menjadi Direktur Jenderal Lembaga Keuangan, misalnya, ia menggarap penyelesaian masalah obligasi rekapitalisasi perbankan. ”Padahal sebetulnya itu bukan pekerjaan saya,” katanya.

Integritas profesional Darmin Nasution diakui oleh para sejawat dan pengamat. Sebagai Direktur Jenderal Pajak, ia tak segan menindak wajib pajak bandel. Darmin bahkan pernah mengancam memamerkan foto mereka di Bundaran Hotel Indonesia.

Di ruang rapat kantornya di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, sambil tak lepas mengepulkan asap rokok, Darmin Nasution berbincang hangat dengan Nugroho Dewanto, Widiarsi Agustina, Agus Supriyanto, dan Bayu Galih dari Tempo, tentang berbagai persoalan perpajakan

Bagaimana nasib penerimaan pajak di tengah naiknya harga minyak internasional dan pertumbuhan ekonomi yang melambat?

Kenaikan harga minyak mentah berdampak langsung pada naiknya penerimaan dan subsidi. Sekarang mana yang lebih besar? Kalau minyak mentah saja, subsidinya bakal naik lebih besar. Tapi kalau minyak mentah ditambah gas, penerimaannya sedikit lebih besar. Artinya, penerimaan kita malah sedikit membaik.

Apakah mungkin menambah penerimaan dengan mengenakan pajak baru kepada perusahaan-perusahaan minyak yang menerima rezeki nomplok karena kenaikan harga?

Itu harus mengubah kontrak. Membicarakan kontrak itu jangan dikira bisa selesai dalam tiga bulan. Dalam kontrak migas dan kontrak karya untuk pertambangan umum, semua sudah diatur secara terperinci. Kita bisa saja mengatakan, ”Ini undang-undang.” Tapi mereka bisa menjawab, ”Boleh saja undang-undang, tapi tidak berlaku buat saya. Yang berlaku cuma kontrak.” Jadi, kontrak itu adalah undang-undang di antara para pihak yang berkepentingan.

Mengapa berbeda dengan sektor kelapa sawit, yang bisa dikenai pajak tambahan?

Karena, di sektor migas dan pertambangan umum, mereka baru mau melakukan investasi kalau ada kontrak. Bagaimana dulu terjadinya kontrak, itu tak usah ditanyakan sekarang. Panjang urusannya. Kalau CPO (crude palm oil) tak ada urusan. Dia cuma izin investasi biasa.

Pengusaha CPO mengeluh akibat pajak tambahan, industri hilir jadi menurun?

Harga CPO yang naik tinggi kan membuat mereka mengekspor? Ya, jelas berkurang pasokan ke hilir. Malah mungkin pajak ekspornya kurang…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…