MARCOS, MEREKA MULAI MENUDUH

Edisi: 27/13 / Tanggal : 1983-09-03 / Halaman : 12 / Rubrik : LN / Penulis :


KALIMAT terakhir yang diucapkan Aquino setelah tiba di tanah airnya ialah "Saan tayo pupunta?" Kalimat Tagalog ini berarti: "Ke mana kita akan pergi?" Sersan Avsecom itu menjawab tenang, "Diyan lang po" -- "Hanya ke bawah."

Jarak antara jawaban sang sersan dan letupan peluru pertama tak sampai enam puluh detik. Tetapi jarak sejarah yang memisahkannya alangkah jauh. Tak ada lain Benigno "Ninoy" Aquino, "anak ajaib" di atas panggung politik Filipina, bekas gubernur dan senator termuda, dan musuh bebuyutan Presiden Ferdinand Marcos.

Sejak 7 Agustus Ninoy menyatakan niatnya untuk pulang ke tanah air. Tetapi kesulitan paspor menyebabkan rencana itu tertunda. Beberapa hari sebelum 21 Agustus, hambatan ini rupanya sudah teratasi. Dari Boston, melalui telepon, Ninoy memberitahu adiknya, Butz, bahwa ia segera pulang.

Butz segera menyampaikan berita penting itu kepada para pengikut dan simpatisan Aquino. Mereka mulai merencanakan upacara penyambutan. "Jika Ninoy jadi pulang pada 7 Agustus, mungkin hanya 10 ribu orang yang datang menyambut," tutur Butz kepada Isma Sawitri dan Bambang Harimurti dari TEMPO, pekan lalu. Karena diundurkan menjadi 21 Agustus, jumlah massa yang mengelu-elukan hampir 20 ribu orang. "Tidak hanya dari Manila, tapi hampir dari tiap pelosok negeri ini," kata Butz menambahkan.

Perjalanan pulang Aquino dimulai dari Boston, 13 Agustus, menumpang pesawat American Airlines dengan nomor penerbangan 195, yang berangkat pukul 12.55 waktu setempat. Pesawat ini terbang menuju Chicago, kemudian Los Angeles. Di kota terakhir ini Ninoy rupanya menyempatkan diri menginap semalam.

Ahad 14 Agustus, perjalanan dilanjutkan menuju Tokyo dengan pesawat Pan Am. Persinggahan selanjutnya adalah Hong Kong dan Singapura. Sampai titik ini, Ninoy menggunakan paspor atas namanya sendiri. Tak jelas dari mana ia memperoleh paspor ini. Menurut keterangan Ninoy sendiri, "dari seorang rekan di konsulat Filipina di suatu tempat." Ia konon menerima paspor itu dalam keadaan kosong.

Mulai dari Singapura, Aquino menggunakan paspor lain, atas nama Marcial Bonifacio. Paspor itu konon diterimanya dari seorang muslim Filipina, sekali lagi dalam keadaan kosong. Nama Marcial Bonifacio mengingatkan orang pada Martial Law (undang-undang darurat), dan Fort Bonifacio -- penjara tempat Ninoy dikurung selama tujuh tahun. Penjara itu sendiri mengambil nama Andres Bonifacio, pemimpin revolusi Katipunan melawan Spanyol, Agustus 1896.

Dari Singapura, Ninoy berbelok ke Kuala Lumpur. Ia kabarnya menemui beberapa rekan diplomat di negeri itu. Tetapi Deputi Menteri Luar Negeri Malaysia, Abdul Kadir Seikh Fadzir, dua pekan lalu mengatakan tidak tahu menahu akan kehadiran Aquino di negerinya. Menurut harian The News Straits Times, Ninoy memang menjumpai beberapa sahabat di Singapura, Johor Baru, dan Kuala Lumpur. Beberapa sumber malah menyebutkan tokoh oposisi Filipina itu menjadi tamu Sultan Johor pada 16 Agustus. Ia tiba di Johor Baru dengan kereta api dari Singapura.

Jumat 19 Agustus, dari Singapura Aquino terbang ke Taipei, melalui Hong Kong. Di bandar udara internasional Kaytak, seorang Filipina konon mengenali bekas senator itu, dan mengangguk hormat. Ninoy bergegas menyingkir.

Ada tiga alasan mengapa Aquino memilih Taiwan sebagai batu loncatan terakhir, sebelum menginjakkan kaki ke tanah airnya. Pertama, Filipina tidak mempunyai hubungan diplomati dengan Taiwan, sehingga pemerintah Filipina tidak bisa memaksakan sesuatu terhadap Taiwan. Kedua, Taiwan dan RRC sama-sama bertindak keras terhadap penggunaan senjata api tanpa izin, sehingga tipis sekali kemungkinan Ninoy terjebak di tangan seorang pembunuh bayaran. Dan ketiga, setiap orang yang memasuki Taiwan harus mempunyai visa, sehingga sedikit banyaknya sebuah tim pembunuh mengalami hambatan untuk masuk.

Di Taipei, Aquino bermalam di Grand Hotel (Yuan Shu Da Fon Dian), hotel paling mahal di Taiwan. Hotel ini terletak di tepi kota, dan satu-satunya yang bergaya arsitektur Cina. Di kota inilah tampaknya Aquino merancang perjalanan pulangnya lebih matang dan terperinci.

Sekitar 12 wartawan dan juru kamera mengikuti penerbangan Ninoy dari Taipei ke Manila. Tidak jelas apakah semua mereka menerima undangan resmi secara langsung, atau melalui kantor masing-masing. Kepala Biro Hong Kong majalah Time, Sandra Burton, misalnya, selesai melakukan sebuah laporan tentang Indonesia langsung berangkat ke Taipei…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

S
Serangan dari Dalam Buat Arafat
1994-05-14

Tugas berat yasser arafat, yang akan masuk daerah pendudukan beberapa hari ini, adalah meredam para…

C
Cinta Damai Onnalah-Ahuva
1994-05-14

Onallah, warga palestina, sepakat menikah dengan wanita yahudi onallah. peristiwa itu diprotes yahudi ortodoks yang…

M
Mandela dan Timnya
1994-05-14

Presiden afrika selatan, mandela, sudah membentuk kabinetnya. dari 27 menteri, 16 orang dari partainya, anc.…