Ancaman Pembunuh Putih ; Peta Semakin Luas Cengkeraman...
Edisi: 30/13 / Tanggal : 1983-09-24 / Halaman : 63 / Rubrik : KRI / Penulis :
SORE itu diketahui akan ada transaksi. Sejak siang hari, seputar lokasi di bilangan Manggarai, Jakarta Selatan, sudah diblokir petugas yang menyamar. Kapten Gordon Siadari, komandan Subdinas Narkotik Kodak VII, Jakarta, memonitor keadaan lewat handie talkie (HT) dari sebuah mobil yang diparkir sekitar 100 meter dari lokasi.
Pada jam yang juga sudah diketahui sebelumnya, muncul sebuah sedan warna hijau. "Semua siap," perintah Gordon, ketika seseorang turun dari mobil tadi dan berjalan menuju gang dan masuk ke sebuah rumah. Perintah menggerebek hampir saja diberikan. Tapi, tiba-tiba, yang diincar keluar rumah bersama orang lain dan menuju mobil. Langsung tancap gas. Pengejaran pun terjadi. "Jangan sampai kehilangan jejak," seru Gordon kepada anak buahnya yang mengendarai mobil lain.
Mobil yang dikuntit berhenti di beberapa tempat: kampung ambon,Cawang, dan Jalan Tambak. Namun, belum juga ada tanda-tanda transaksi bakal terjadi. Terakhir, mobil buron melaju ke bilangan Cempaka Putih dan, karena ramainya Ialu lintas, Gordon hampir kehilangan jejak. Ketika itu hari sudah malam. Dan ketegangan akhirnya berubah menjadi tanda tanya, ketika yang dikejar ternyata meninggalkan begitu saja orang yang dijemput dari Manggarai itu.
" Dia menggagalkan transaksi," lapor orang yang ditinggalkan, yang ternyata informan, kepada Gordon. Transaksi, akhir Agustus lalu, rencananya memang akan dilangsungkan di Manggarai. Entah mengapa, menurut informan yang bekas pengedar narkotik itu, pengedar yang diincar mengubah perjanjian bahwa barang bisa diambil di Kampung Ambon, lalu di Cawang, Jalan Tambak, dan terakhir di Cempaka Putih. Apa mau dikata, setibanya di sana, pengedar menyatakan, "barang lagi kosong." Petugas itu, yang sehari-hari bergelut dengan "pembunuh putih" alias narkotik, kelihatannya memang harus bersiap untuk kecewa.
Cerita kecewa lain pernah dialami Letnan Kolonel Polisi Soedhiro, staf Sattama Reserse Narkotik Markas Besar Polri, yang Sebelumnya yakin betul bahwa pengedar morfin yang diincarnya bisa terjaring karena informan sudah dua kali bisa membeli barang dari orang itu. Pada pembelian ketiga, yang sudah disepakati, informan akan membeli dalam jumlah yang Iebih banyak. Transaksi memang terjadi, tapi ketika diperiksa, "ternyata narkotik yang dijual terakhir itu palsu," kata Soedhiro.
Peristiwa di atas memperlihatkan betapa berhati-hatinya mereka yang terlibat dalam urusan bisnis gelap narkotik. Dan betapa berlikunya jaringan mereka. Walaupun gerakan mereka tertutup dan tak diketahui jelas sosoknya, belakangan ini diduga perdagangan gelap narkotik kian ramai. "Sindikat penjahat narkotik internasional dewasa ini beroperasi dengan dukungan sarana mobilitas dan teknologi yang sangat tinggi," kata Kapolri Letnan Jenderal Anton Sudjarwo, saat menutup Pendidikan Perwira Reserse Narkotik di Ciputat Jakarta, Agustus lalu.
Angka-angka dari Komandan Satuan Utama Reserse Narkotik (Sattama Sersetik) Markas Besar Polri,…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Genta Kematian di Siraituruk
1994-05-14Bentrokan antara kelompok hkbp pimpinan s.a.e. nabanan dan p.w.t. simanjuntak berlanjut di porsea. seorang polisi…
Si Pendiam Itu Tewas di Hutan
1994-05-14Kedua kuping dan mata polisi kehutanan itu dihilangkan. kulit kepalanya dikupas. berkaitan dengan pencurian kayu…
KEBRUTALAN DI TENGAH KITA ; Mengapa Amuk Ramai-Ramai
1994-04-16Kebrutalan massa makin meningkat erat kaitannya dengan masalah sosial dewasa ini. diskusi apa penyebab dan…