Boediono: Saya Tidak Bercita-cita Menjadi Kaya

Edisi: 13/38 / Tanggal : 2009-05-24 / Halaman : 129 / Rubrik : WAW / Penulis : Arif Zulkifli, M. Taufiqurohman, Nugroho Dewanto


MENJADI calon wakil presiden tidak banyak mengubah Boediono, 66 tahun. Ia tetap santun, hati-hati berbicara, dan sederhana. Ia jarang melempar gurauan, meski bukan tak pernah bercanda.

Dalam kereta api Parahyangan yang membawanya ke Bandung, Jumat pekan lalu, misalnya, ia bisa juga melucu. Ketika itu Boediono ke kamar kecil. Seorang peserta rombongan punya niat yang sama, namun ragu-ragu akan kebersihan toilet kereta.

Kembali ke kursinya, Boediono ditanyai, ”Bagaimana toiletnya, Pak?” Sang calon wakil presiden tersenyum kecil lalu berujar, ”Kalau masih bisa ditahan, mendingan di Bandung aja, deh.”

Boediono masuk kabinet pertama kali di era Megawati Soekarnoputri. Ketika itu ia membenahi fiskal, kurs, suku bunga, dan pertumbuhan ekonomi. Pergolakan rupiah akibat gejolak politik ketika Abdurrahman Wahid jatuh dari kursi presiden dapat ia stabilkan pada kisaran Rp 9.000 per US$ 1.

Ketika Susilo Bambang Yudhoyono terpilih sebagai presiden, ia sebetulnya diminta tetap bertahan di kursi Menteri Keuangan. Namun guru besar ekonomi Universitas Gadjah Mada ini mengaku ingin kembali mengajar. Ada kabar Boediono sungkan kepada Megawati, yang pada Pemilu 2004 dikalahkan Yudhoyono.

Bakda salat Jumat, beberapa jam sebelum deklarasi, Boediono menerima wartawan Tempo Arif Zulkifli, M. Taufiqurohman, Nugroho Dewanto, dan Setri Yasa, di sebuah restoran makanan Sunda di Kota Kembang itu.

Kapan pertama kali Anda ”dilamar” Yudhoyono untuk menjadi calon wakil presiden?

Pertemuan saya dengan beliau dilakukan tidak sekali. Prosesnya beberapa minggu. Saya menyampaikan kesediaan pada malam syukuran kemenangan Partai Demokrat yang digelar di Cikeas (Sabtu dua pekan lalu—Red.). Prosesnya panjang karena saya perlu berpikir agak lama.

Ketika ”dilamar”, kabarnya Anda minta waktu dua hari untuk berpikir?

Awalnya dua hari, namun akhirnya lebih dari itu. Saya perlu waktu berpikir, karena saya memasuki jenjang yang baru. Saya perlu menata pikiran saya dan berbicara dengan keluarga.

Ada resistensi dari keluarga?

Saya tak bisa bekerja tanpa dukungan keluarga. Tapi sejauh ini tidak ada resistensi.

Apa pertimbangan Anda menerima lamaran itu?

Saya sudah bekerja sama dengan beliau di kabinet selama tiga tahun. Saya sudah tahu gaya kepemimpinan beliau, dan saya merasa cocok. Beliau terbuka terhadap saran dan usul. Jadi, sebagai pembantu beliau, ada harapan bahwa ide-ide kita bisa dilaksanakan.

Pertimbangan lain?

Beliau menginginkan saya mendampinginya, dan saya bisa merasakan ajakan itu serius. Beliau menceritakan bermacam-macam tantangan Indonesia ke depan, jadi saya pikir ini bisa menjadi catatan akhir dari pengabdian aktif saya. Saya akan tetap mengabdi sampai akhir hayat kepada…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…