Hassan Wirajuda: Mesir Memasuki Jalan Buntu

Edisi: 25/42 / Tanggal : 2013-08-25 / Halaman : 106 / Rubrik : WAW / Penulis : Agoeng Wijaya, Qaris Tajudin, Natalia Santi


Tiga kali Hassan Wirajuda di Kairo menyaksikan detik-detik terakhir kekuasaan presiden. Pertengahan Mei 1998, di Kairo, Hassan menyaksikan tanda-tanda kejatuhan pemerintahan Presiden Soeharto. Kala itu, sebagai Duta Besar Indonesia untuk Mesir, Hassan menjadi tuan rumah pertemuan antara Soeharto—yang sedang menghadiri KTT G-15 di Mesir—dan perwakilan mahasiswa Indonesia. Saat itu, Soeharto menyatakan bersedia mundur jika rakyat menghendaki. Di Indonesia, suasana memang sudah mencekam. Aksi reformasi menuntut Soeharto mundur menelan korban jiwa dengan tewasnya empat mahasiswa Universitas Trisakti.

Tiga belas tahun kemudian, di Kairo, Hassan kembali menjadi saksi detik-detik terakhir rezim otoriter. Kali ini giliran Husni Mubarak yang dipaksa turun oleh ribuan demonstran yang awalnya berkumpul di Alun-alun Tahrir, Kairo. Mantan Menteri Luar Negeri itu datang ke Kairo sebagai utusan khusus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menyampaikan keprihatinan Indonesia atas situasi di Mesir. Sehari setelah Hassan meninggalkan Kairo, Mubarak tumbang.

Sejak saat itu, dia bolak-balik Jakarta-Kairo, memfasilitasi dialog antara kelompok yang bertikai di Mesir. Bersama beberapa tokoh lintas kelompok yang ada di Mesir, dia dan tim Institute for Peace and Democracy—lembaga nirlaba kerja sama Kementerian Luar Negeri dan Universitas Udayana—berdiskusi tentang transisi menuju negara demokrasi. \"Kami berbagi pengalaman,\" kata Hassan. \"Akar masalah di Mesir sama dengan yang dihadapi Indonesia menjelang reformasi 1998.\"

Tapi harapan transisi demokrasi Mesir setelah tumbangnya Mubarak ternyata tak berjalan mulus. Lagi-lagi, ketika Hassan di Kairo pada awal Juli lalu, gelombang unjuk rasa kelompok sekuler yang disokong militer kembali menumbangkan Muhammad Mursi, presiden yang terpilih langsung dalam pemilihan umum tahun lalu. Lima kali pertemuan dialog antarkelompok di Mesir yang difasilitasi Indonesia dua tahun terakhir seakan-akan sia-sia. \"Kini krisis politik malah mengarah ke konflik horizontal,\" ujarnya.

Rabu pekan lalu, Hassan menerima wartawan Tempo Agoeng Wijaya, Qaris Tajudin, dan Natalia Santi serta fotografer Seto Wardhana di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Luar Negeri, Jakarta Selatan. Dengan bahasa teratur dan intonasi yang tenang di sepanjang satu setengah jam wawancara, dia mengurai dua tahun krisis politik di Mesir dan kebangkitan negara-negara Arab menuju transisi demokrasi (Arab Spring).

Apa sebenarnya yang terjadi di Mesir?

Apa yang terjadi di Mesir tak bisa terlepas dari isu Arab Spring dalam dua tahun terakhir. Penyebabnya adalah…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…