Gatot Abdullah Mansyur, Kepala BNP2TKI: Naik-Turun Diyat Tergantung Suasana Hati

Edisi: 09/43 / Tanggal : 2014-05-04 / Halaman : 148 / Rubrik : WAW / Penulis : Heru Triyono , Agung Prasetyo,


Satinah binti Jumadi Ahmad akhirnya lolos dari hukuman pancung. Tenaga kerja Indonesia di Arab Saudi yang membunuh majikannya itu bebas setelah pemerintah Indonesia membayar diyat (uang darah) sebesar Rp 21 miliar kepada keluarga korban. Tapi muncul pro dan kontra terhadap pembayaran diyat dalam jumlah besar ini.

Pembayaran kepada keluarga korban dinilai sebagai kekalahan pemerintah Indonesia dalam berdiplomasi dengan pemerintah Saudi. Nilai diyat yang terlalu tinggi juga dianggap pemerasan dari mafia diyat. Namun Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Gatot Abdullah Mansyur menampik anggapan itu. "Saya kurang percaya adanya mafia," katanya.

Kini masih ada 102 TKI yang terancam hukuman mati di berbagai negara. Haruskah pemerintah menyelamatkan mereka dengan membayar diyat atau denda seperti diberlakukan kepada Satinah? Pemerintah, menurut Gatot, tidak wajib membayar diyat. Tidak pada tempatnya, dia melanjutkan, pemerintah mengambil alih kesalahan seseorang.

Gatot punya pengalaman panjang di Arab Saudi. Selama delapan tahun, dia pernah menjadi konsulat jenderal dan kemudian duta besar. Selama itu dia menemukan banyak masalah mengenai TKI, terutama kualitas TKI, pemalsuan dokumen, dan perdagangan manusia. "Ada penderita AIDS yang lolos jadi TKI ke sana. Ini bagaimana," ujarnya. Lantaran berbagai kasus itu, lebih dari 25 ribu TKI per tahun dipulangkan dari Saudi. Sampai kini pun pemerintah masih memberlakukan moratorium penempatan TKI ke sana.

Senin pagi pekan lalu, Gatot menerima Heru Triyono dan fotografer Wisnu Agung Prasetyo dari Tempo di kantornya di Jalan M.T. Haryono, Jakarta. Dia mengakui ada kelemahan di badan yang kini ia pimpin. Dalam 100 hari pertama masa kerja, Gatot berjanji akan melakukan pembenahan, di antaranya membuat pelayanan satu atap untuk TKI dan pengawasan terhadap TKI yang baru kembali di bandar udara. "Saya ingin menciptakan sistem yang aman, sehingga tidak bocor," kata Gatot, yang pagi itu mengenakan batik ungu lengan panjang.

Pemerintah dinilai lamban dalam kasus Satinah….

Dari awal sudah kami dampingi. Tapi jarak dari KBRI di Riyadh ke pengadilan di Buraidah dan Al-Rass sekitar 600 kilometer. Masalah lain adalah komunikasi. Jadi, misalnya ada sidang pukul 10 pagi, pihak pengadilan baru menyampaikan pukul 9. Itu jadi hambatan, tapi instruksi tetap ada dan dilaksanakan dengan baik.

Apa yang dilakukan pemerintah untuk membela Satinah?

Awalnya pengadilan memutus hukuman mati Satinah secara had qatlul ghilah (pembunuhan berencana), yang tak bisa dimaafkan melalui mekanisme pembayaran uang darah (diyat). Kami ke Mahkamah Agung di sana dan meminta agar kasus ini diturunkan menjadi hukuman mati (kisas), yang masih bisa dibayar dengan diyat. Ditolak dua kali,…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…