Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin: Tidak Bisa Jadi Ali Baba
Edisi: 18/43 / Tanggal : 2014-07-06 / Halaman : 188 / Rubrik : WAW / Penulis : Nugroho Dewanto, Heru Triyono, Wisnu Agung Prasetyo
TAK ada perubahan interior di ruang kerja Menteri Agama. Kamar itu tetap didominasi warna putih tulang dan cokelat, dengan beberapa lukisan kaligrafi di kanan-kiri tembok. Satu-satunya perubahan adalah orang yang menempati ruangan itu. "Saya tidak sempat ganti-ganti interior. Duduk saja jarang," kata Lukman Hakim Saifuddin, yang baru tiga pekan menggantikan Suryadharma Ali-yang jadi tersangka kasus dana haji.
Jadwal yang padat dan berkas dokumen yang harus ditandatangani yang menumpuk di mejanya membuat Lukman merasa diperas waktu. "Rasanya tahu-tahu sudah sore atau malam," ujarnya. Masa tugasnya yang hanya empat bulan dia anggap tidak mudah. Lukman mengibaratkan dirinya masuk hutan belantara yang semrawut dan sedang membabat pohon demi pohon untuk mencari jalan keluar.
Salah satu kesemrawutan itu adalah penyelenggaraan haji. Sudah bukan rahasia bahwa pengelolaan ibadah haji, dari penggunaan dana setoran awal jemaah hingga pemilihan pemondokan dan katering di Tanah Suci, jadi lahan bisnis basah para pemburu rente. Jumlah dana haji yang dikelola kementerian ini memang menggiurkan, Rp 70 triliun. Belum ditambah Dana Abadi Umat Rp 2,4 triliun. Kementerian Agama juga tercatat sebagai kementerian dengan anggaran terbesar ketiga, yaitu Rp 49,582 triliun. Setelah dua kali menolak pinangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk bergabung dengan kabinet, kali ini Lukman merasa tak bisa menghindar. "Kalau saya tolak, mudaratnya lebih besar," katanya.
Pada hari-hari awal menjabat, Lukman berinisiatif berkunjung ke berbagai instansi dan orang yang dia hormati, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi serta tokoh agama, seperti Kiai Haji Ahmad Mustofa Bisri, Kiai Haji Salahuddin Wahid, dan Kiai Haji Maimun Zuber. "Saya meminta masukan," ucapnya.
Di sela jadwal yang ketat, Selasa pagi pekan lalu, Lukman meluangkan waktu menemui Nugroho Dewanto, Heru Triyono, dan fotografer Wisnu Agung Prasetyo dari Tempo. Mengenakan batik lengan panjang, dia menjawab pertanyaan dengan runtut dan lugas.
Apa yang bisa Anda kerjakan dalam waktu hanya empat bulan di Kementerian Agama?
Presiden minta saya berfokus di penyelenggaraan haji karena waktunya mepet. Setelah saya masuk beberapa hari, ternyata persoalannya tidak hanya di haji. Ada masalah lain, seperti kerukunan antarumat beragama dan pendidikan.
Lalu apa yang Anda lakukan?
Pertama, saya memotivasi pegawai yang kini mengalami demoralisasi. Saya menggelar rapat koordinasi untuk semua pejabat eselon I dan II. Saya ingatkan bahwa publik menyoroti. Penekanan itu agar mereka amanah. Jangan mengecewakan masyarakat lagi-yang selama ini menganggap pegawai di sini adalah manusia sempurna.
Apa maksud manusia sempurna?
Persepsi publik telanjur terbentuk yang ada di sini adalah manusia sempurna karena ada agama melekat di situ. Publik anggap kami mengerti agama-dan percaya pegawai tidak mungkin melakukan perbuatan tercela. Karena itu, ketika ada kesalahan terjadi, kekecewaan publik menjadi berlipat karena bertolak belakang dengan anggapan mereka. Sekarang kepercayaan masyarakat mungkin ada di titik terendah dalam sejarah Kementerian Agama.
Kabarnya Anda…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…