Otak Barat, Kepribadian Jawa

Edisi: 25/44 / Tanggal : 2015-08-23 / Halaman : 56 / Rubrik : LAPSUS / Penulis : TIM LAPSUS, ,

Suatu hari pada 1916, Gusti Raden Mas Dorodjatun harus memulai babak baru dalam hidupnya: tinggal di luar kompleks keraton. Dorodjatun, yang baru berusia 4 tahun, dititipkan ayahnya, Sultan Hamengku Buwono VIII, kepada keluarga Mulder, seorang Belanda yang menjabat kepala sekolah Neutrale Hollands Javaanse Jongens School, yang tinggal di kawasan Gondokusuman.

"Tujuan tinggal di luar kompleks keraton itu agar para pangeran enggak sedikit-sedikit nemplok mbok'e (menempel kepada ibunya)," kata Kanjeng Raden Tumenggung Jatiningrat, cucu Sultan Hamengku Buwono VIII, yang akrab disapa Romo Tirun. Menurut Romo Tirun, 72 tahun, Sultan HB VIII pernah berpesan kepada putra-putranya, "Kalau kalian terus di sini, di dalam keraton, pasti akan selalu dimanjakan ibumu. Itu nanti akan merusak karaktermu. Makanya keluar."

Sultan HB VIII adalah tokoh yang demokratis, maju, berjiwa modern, dan visioner. Berbeda dengan pendahulunya, dia menginginkan semua putranya dididik sebagai anak orang biasa dan tidak perlu diistimewakan sebagai keluarga bangsawan. Karena itu, semua putranya sejak kecil telah dikoskan di keluarga Belanda, terutama dari kalangan guru di Yogyakarta.

Putra-putra Sultan HB VIII yang lain, dari lain ibu, juga dititipkan kepada keluarga Belanda. GBPH Prabuningrat, salah satu kakak Dorodjatun yang semasa kecil bernama BRM Tinggarto, dipondokkan di keluarga Janitz. Saudara-saudara Dorodjatun yang lain, seperti Soerjawidjaja, Soeryobronto, dan Bintoro, tinggal di rumah keluarga De Cock.

Dalam buku Sri Sultan Hamengku Buwono IX: Riwayat Hidup dan Perjuangan, Sutrisno Kutoyo menyebutkan tujuan Sultan HB VIII menitipkan putranya tersebut…

Keywords: -

---

Foto Terkait