Ketua Komisi Yudisial Aidul Fitriciada Azhari: Kami Ada tapi Seperti Tak Ada

Edisi: 05/45 / Tanggal : 2016-04-03 / Halaman : 108 / Rubrik : WAW / Penulis : Tulus Wijanarko, Fransisco Rosarians, Raymundus Rikang


AIDUL Fitriciada Azhari boleh disebut menjadi kuda hitam dalam proses pemilihan komisioner Komisi Yudisial. Ia muncul belakangan, setelah Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat menolak dua calon lain. Namun ia justru menyodok ke depan dan terpilih menjadi ketua lembaga itu. "Saya memang tak diperhitungkan sehingga bisa menghitung peluang," ujar Aidul di kantornya di Jalan Kramat Raya, Salemba, Jakarta, Rabu pekan lalu.

Pria 48 tahun itu kini bertanggung jawab menuntaskan pekerjaan rumah Komisi Yudisial. Dari memperkuat legitimasi lembaganya, memuluskan relasi dengan Mahkamah Agung, sampai urusan keselamatan hakim. "Ini demi keluhuran kuasa kehakiman," katanya kepada Tulus Wijanarko, Fransisco Rosarians, Raymundus Rikang, videografer Ryan Maulana, dan fotografer Aditia Noviansyah.

Di akhir wawancara, Aidul bernostalgia tentang kisahnya menjadi aktivis pergerakan yang mempertemukannya dengan tokoh dan pemimpin daerah di negeri ini. Ia juga menjawab rumor kedekatannya dengan Wiranto, Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat, yang selalu diungkit ketika ia mengikuti seleksi pejabat publik. "Ini pertanyaan abadi," dia bertutur, lalu tawanya meledak.

* * *

Anda terpilih menjadi komisioner dan Ketua Komisi Yudisial (KY) lewat proses yang alot. Bagaimana ceritanya?

Itu garis tangan saja. Saya termasuk komisioner yang datang belakangan. Orang yang datang belakangan bisa membuat perhitungan. Misalnya, Jaja Ahmad Jayus lebih dulu dikenal, sementara saya tidak. Orang tak memperhitungkan karena saya tak dikenal. Walhasil, saya mudah berhitung peluang, ha-ha-ha…. (Aidul dan Jaja baru dilantik Presiden Joko Widodo pada Februari 2016, menyusul lima komisioner lain yang mengucap sumpah jabatan pada Desember 2015. Nama Aidul dan Jaja muncul belakangan karena Komisi Hukum DPR menolak pencalonan Wiwiek Awiati dan Harjono.)

Tak ada kepentingan politik DPR memilih Anda?

Saya tidak menangkap kepentingan politik itu. Memang ada isu macam-macam, tapi saya tidak merasakannya. Komunikasi yang saya lakukan dengan teman-teman tidak sehebat yang dibayangkan orang di luar institusi ini.

Lagi pula, bagi DPR, kami dilihat sebagai lembaga yang tak terlalu seksi. Mungkin parlemen baru menganggap KY seksi bila terjadi benturan, misalnya DPR dengan Mahkamah Agung, sehingga kami dianggap sebagai institusi penting. Tapi memang secara politis tak terlalu strategis memainkan KY.

Apa rencana Anda menjadikan KY strategis?

Sudah kami sampaikan ke Presiden dan parlemen bahwa KY butuh penguatan wewenang, bukan penambahan wewenang. Wewenang kami dari dulu cuma dua: mengusulkan calon hakim agung dan pengawasan eksternal semua hakim, kecuali hakim konstitusi.

Tentang pengawasan eksternal hakim, KY tampak tak berdaya ketika rekomendasi sampai di MA?

Nah, maka kami berharap kewenangan KY makin kuat. Dalam arti…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…