Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir : Pemberantasan Terorisme Jangan Ciptakan Teroris Baru

Edisi: 08/45 / Tanggal : 2016-04-24 / Halaman : 156 / Rubrik : WAW / Penulis : Tito Sianipar, Sunudyantoro, Dwi Wiyana


Disorotnya kinerja kepolisian, terutama Detasemen Khusus 88 Antiteror Markas Besar Kepolisian RI, atas kematian janggal Siyono tak terlepas dari peran Muhammadiyah. Organisasi keagamaan yang didirikan KH Ahmad Dahlan ini menjadi motor advokasi keluarga Siyono dalam mencari keadilan. Langkah tersebut alih-alih memunculkan tudingan bahwa Muhammadiyah pro-teroris.

Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir, 58 tahun, mengatakan dukungan untuk keluarga Siyono itu semata-mata didasarkan atas kepentingan kemanusiaan. "Selain untuk merawat nilai-nilai kemanusiaan, kami berkepentingan agar hukum ditegakkan," kata Haedar.

Siyono, 33 tahun, dicokok ketika sedang berzikir pada 8 Maret lalu tanpa surat penangkapan di kampungnya di Dukuh Brengkungan, Desa Pogung, Kecamatan Cawas, Klaten, Jawa Tengah. Empat hari kemudian, ayah lima anak itu dikembalikan polisi dalam kondisi tak bernyawa.

Kematian itu, menurut polisi, karena perdarahan rongga otak akibat perkelahian satu melawan satu dengan anggota Detasemen Khusus Antiteror 88 yang mengawalnya. Tak terima dengan keterangan itu, istri Siyono, Suratmi alias Mufida, melapor dan meminta bantuan Muhammadiyah, yang juga melibatkan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.

Merasa ada kejanggalan, Komnas HAM memutuskan mengautopsi Siyono. Sembilan dokter umum Muhammadiyah dan satu dokter forensik Kepolisian Daerah Jawa Tengah dilibatkan dalam autopsi pada 3 April lalu itu. Hasilnya berbeda dengan versi polisi: penyebab kematian adalah patahnya lima tulang rusuk kiri ke arah dalam sehingga menusuk saraf jantung dan menimbulkan perdarahan. Juga tidak ada luka yang mengindikasikan adanya perlawanan oleh Siyono.

Pada Kamis pekan lalu di kantor Pengurus Pusat Muhammadiyah di Jakarta Pusat, Haedar menerima wartawan Tempo Tito Sianipar, Sunudyantoro, Dwi Wiyana, dan fotografer Franoto untuk wawancara khusus. Dia menjelaskan posisi Muhammadiyah dalam pusaran kasus Siyono dan berbicara tentang isu lain, seperti merebaknya kelompok intoleran dan program deradikalisasi.

* * *

Bagaimana awal keterlibatan Muhammadiyah dalam kasus Siyono?

Penting untuk diketahui perspektif Muhammadiyah mengenai terorisme dulu. Sebab, karena adanya peristiwa ini, muncul mispersepsi dan sempat ada ungkapan siapa yang membela Siyono berarti mendukung teroris. Simplifikasi semacam itu karena adanya ketidakpahaman bagaimana Muhammadiyah memandang terorisme.

Muhammadiyah sudah lama memandang terorisme dan kekerasan atas nama agama merupakan bentuk fasad fil ardh atau sesuatu yang merusak kehidupan. Menghilangkan satu nyawa sama dengan menghilangkan seribu nyawa. Sebaliknya, menjaga satu nyawa sama dengan memelihara seluruh hidup umat. Teologi Islam yang memuliakan harga sebuah nyawa itu lahir dari pemahaman yang mendalam bahwa manusia adalah makhluk yang dimuliakan Allah. Bahkan menyembelih binatang saja tidak boleh menyakiti. Harus dengan pisau yang tajam. Artinya, ada etika dalam Islam.

Karena itu, baik terorisme maupun antiteror tidak boleh menghilangkan nyawa manusia begitu saja. Terorisme kita tentang karena menciptakan rasa takut dan bahkan menghilangkan nyawa manusia. Tapi…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…