Ketua Ombudsman Republik Indonesia Amzulian Rifai : Korupsi Lenyap Jika Pelayanan Publik Optimal

Edisi: 12/45 / Tanggal : 2016-05-22 / Halaman : 100 / Rubrik : WAW / Penulis : Dwi Wiyana, Tito Sianipar, Raymundus Rikang


SEKTOR pelayanan publik merupakan hal baru bagi Ketua Ombudsman Amzulian Rifai, 52 tahun. Sebab, lebih dari 25 tahun, dia menggeluti dunia akademis sebagai dosen di Universitas Sriwijaya, Palembang. Sekarang ia ingin menjelajahi wilayah pengabdian baru, yakni menjadi "telinga" bagi masyarakat yang kecewa terhadap pelayanan publik. Apalagi sebelumnya ia kerap bereaksi jika melihat ketidakberesan ihwal pelayanan umum. Ia menilai Ombudsman Republik Indonesia adalah wadah yang tepat untuk berkiprah. Maka ia memutuskan mengikuti seleksi terbuka hingga terpilih sebagai ketua untuk periode 2016-2021.

Amzulian paham memimpin Ombudsman bukan pekerjaan mudah. Sejak awal dia harus menghadapi stigma bahwa lembaga ini bak macan ompong dan berjalan ala kadarnya. Contoh sederhana yang ia temui adalah keadaan gedung Ombudsman yang seperti gudang saat pertama masuk. "Sangat parah kondisinya," katanya Kamis pekan lalu.

Amzulian lalu melakukan sejumlah gebrakan. Ke dalam, ia melakukan revolusi sistem kerja dan ke luar berusaha menjadikan Ombudsman lebih bergigi. Salah satu langkah yang ia lakukan adalah menurunkan tim investigasi guna mencari bukti adanya mafia peradilan. Ini dikerjakan jauh sebelum Komisi Pemberantasan Korupsi membongkar berbagai kasus percaloan di sana. Ada juga tim yang dikerahkan untuk mengawasi asas kepatuhan kementerian dalam melayani khalayak. Sepak terjangnya mulai menunjukkan hasil. Kini, "Menteri-menteri yang kami undang ke kantor (untuk dimintai klarifikasi) selalu hadir," ujarnya.

Selama lebih dari satu jam Amzulian menerima wartawan Tempo Dwi Wiyana, Tito Sianipar, Raymundus Rikang, dan pewarta foto Aditia Noviansyah di ruang kerjanya untuk sebuah wawancara khusus.

* * *

Komisioner Ombudsman yang baru telah bertugas selama tiga bulan. Bagaimana peta permasalahan yang Anda hadapi?

Saya berhadapan dengan problem internal yang berhubungan dengan etos kerja kepegawaian. Untuk mengatasinya, saya mewajibkan upacara bendera tiap Jumat guna melatih disiplin. Sebanyak 20 orang sudah kena sanksi gara-gara tak ikut upacara bendera. Bagaimana mau melayani publik jika mentalitas diri sendiri parah? Di samping itu, saya juga tegaskan bagi para komisioner bahwa mereka sudah harus selesai dengan urusan dirinya dulu.

Lembaga Ombudsman ada sejak 16 tahun lalu. Kenapa masih berkutat pada soal mendasar itu?

Berdirinya Ombudsman di Indonesia termasuk terlambat. Seharusnya, sejak negara ini merdeka, Ombudsman juga ikut didirikan. Lihatlah negara-negara Skandinavia yang jadi rujukan kualitas pelayanan publik. Di sana ombudsman berdiri beriringan dengan kemerdekaan negerinya. Karena itu pula korupsi di sana lenyap karena mampu menciptakan standar pelayanan publik yang baik.

Di Indonesia justru terbalik. Kita sibuk mengurusi korupsi dulu. Belum lagi fakta kualitas pelayanan publik memang sangat parah dan mental pelayan publiknya bobrok. Sektor pelayanan publik di Indonesia memang butuh perbaikan.

Dan beban untuk memperbaiki…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…