Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi: Saya Tak Peduli Disebut Kafir

Edisi: 06/46 / Tanggal : 2017-04-09 / Halaman : 100 / Rubrik : WAW / Penulis : Reza Maulana , Raymundus Rikang, Adi Warsono


Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi menjadi paradoks dalam isu keberagaman. Saat berbagai kelompok agama garis keras semakin menunjukkan taringnya, ia menjamin keberlangsungan pembangunan Gereja Santa Clara di Kecamatan Bekasi Utara.

Rumah ibadah itu menjelma menjadi titik api di Bekasi, kota berpenduduk 2,3 juta, yang lebih dari 86 persennya muslim. Unjuk rasa silih berganti menolak keberadaannya. Jumat dua pekan lalu, sekelompok orang bentrok dengan polisi yang berjaga di gereja itu. Rahmat, 53 tahun, bergeming. ¡±Kalau takut hanya karena didemo, ya, jangan jadi kepala daerah,¡± katanya. Ia mempertahankan izin gereja Katolik tersebut karena sudah mengantongi dukungan 64 warga sekitar, rekomendasi kantor Kementerian Agama, dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Bekasi.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia memberi Rahmat penghargaan sebagai kepala daerah yang menjaga kebebasan beragama dan berkeyakinan pada pertengahan bulan lalu. Sebelumnya, sejak 2010, ia juga menyelesaikan masalah di tiga gereja lainGalilea di Bekasi Selatan, Kalamiring di Jatisampurna, dan Manseng di Bekasi Utarayang sama-sama mendapat penolakan. Meski demikian, Rahmat menolak disebut pasang badan untuk kaum minoritas. ¡±Pemimpin harus adil dan berdiri di atas semua golongan,¡± ujarnya.

Pependemikian Rahmat biasa disapamenerima wartawan Tempo Reza Maulana, Raymundus Rikang, dan Adi Warsono di kantornya pada Kamis pekan lalu. Siang itu, ia baru tiba dari Bekasi Utara untuk memaparkan kasus Gereja Santa Clara. Selama satu jam, ia menjawab pertanyaan dengan lantang. Suaranya hanya melemah saat menjelaskan tudingan pengunjuk rasa yang menyebutnya kader Partai Komunis Indonesia.

Mengapa penolakan terhadap gereja Santa Clara terus muncul sejak 2015?

Kelompok itu tak ingin melihat Bekasi menjadi kota toleran. Mereka mengembuskan informasi salah bahwa Santa Clara akan menjadi gereja terbesar se-Asia Tenggara. Mana mungkin, karena tanahnya cuma 6.500 meter persegi, sementara bangunannya 1.500 meter persegi. Tudingan gereja dibangun dekat dua pondok pesantren juga tidak benar, karena berjarak 4 kilometer dari Pondok Pesantren At-Taqwa-yang didirikan pahlawan nasional Kiai Haji Noer Ali-dan 2 kilometer dari An-Nur.

Benarkah tudingan bahwa panitia pembangunan gereja memalsukan tanda tangan dukungan warga?

Saya cek sampai tiga kali agar yakin. Saya juga melibatkan komando rayon militer dan kepolisian untuk mengecek. Barulah saya berikan rekomendasi untuk mengurus surat izin pelaksanaan mendirikan bangunan pada 2015. Setelah pembangunan berjalan enam bulan, surat izin mendirikan bangunan bisa keluar sambil melampirkan kemajuan proyek. Keputusan ini saya buat atas nama Garuda Pancasila, sehingga menyangkut wibawa negara. Jadi jangan sampai saya mencabutnya karena ada tekanan.

Ada rencana menemui kelompok yang memprotes keputusan Anda?

Saya terakhir bertemu dengan mereka saat demonstrasi tahun lalu. Kalau itu demi kebajikan dan mereka mau, kenapa enggak? Tapi, kalau cara pikir mereka "pokoknya, pokoknya", sulit sekali menemukan titik tengah.

Anda sudah mengantongi nama penolak Gereja Santa Clara?…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…