Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Kh Ma'ruf Amin: Saya Tidak Merasa Dikriminalisasi
Edisi: 17/46 / Tanggal : 2017-06-25 / Halaman : 116 / Rubrik : WAW / Penulis : Reza Maulana , Raymundus Rikang,
UNTUK pertama kalinya dalam 42 tahun sejarah Majelis Ulama Indonesia, pengumuman fatwa dilakukan di kantor pemerintah. Senin dua pekan lalu, Ketua Umum MUI Kiai Haji Ma'ruf Amin melansir fatwa tentang hukum dan pedoman bermuamalah melalui media sosial di gedung Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat.
Isinya, setiap muslim dilarang bergunjing, memfitnah, mengadu domba, menebar permusuhan, merisak, dan menyebarkan hoax. Majelis juga mengharamkan keuntungan yang didapat dari buzzer penyebar konten negatif tersebut. "Semua mengharapkan MUI mengeluarkan fatwa karena arus informasi di media sosial sudah kacau," ujar Ma'ruf, 74 tahun.
Dua hari kemudian, giliran Istana memanggil Rais Am Syuriah Nahdlatul Ulama itu. Bersama tokoh senior nasional, seperti Megawati Soekarnoputri, Ahmad Syafii Maarif, dan Try Sutrisno, Ma'ruf duduk di dewan pengarah Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila. Banyak pihak merasakan kemesraan itu sebagai angin perubahan di MUI. Delapan bulan lalu, lembaga itu dianggap berada di kubu seberang. Keputusan mereka soal penistaan agama yang dilakukan Basuki Tjahaja Purnama--waktu itu Gubernur DKI Jakarta--menjadi penggerak rangkaian demonstrasi. Belum lagi fatwa larangan memilih pemimpin nonmuslim dan atribut nonmuslim yang dituding bertentangan dengan toleransi.
Sabtu dua pekan lalu, Ma'ruf menerima wartawan Tempo Reza Maulana dan Raymundus Rikang di kediamannya di sebuah gang sempit di Koja, Jakarta Utara. Pendiri Pondok Pesantren An Nawawi, Serang, Banten, itu membantah semua anggapan tersebut. "MUI selalu jadi mitra pemerintah."
***
Apa latar belakang fatwa MUI tentang media sosial?
Akhir-akhir ini frekuensi konten negatif di media sosial makin tinggi. Ada hoax, fitnah, menggunjing atau gibah, bahkan adu domba. Kami juga melihat adanya buzzer yang memproduksi berita bohong untuk dibagikan.
Siapa yang pertama mencetuskan perlunya fatwa itu?
Dari laporan masyarakat, kepolisian, ulama, aktivis, sejak enam bulan lalu. Semua mengharapkan MUI mengeluarkan fatwa karena arus informasi di media sosial sudah kacau. Apalagi seputar pilkada DKI, fitnah kencang sekali. Presiden sampai sering berteriak karena beliau kena terus. Tahun depan ada pemilihan kepala daerah serentak, lalu pemilihan presiden 2019.
Presiden Joko Widodo ikut mengusulkan?
Tidak. Dari pemerintah, permintaan datang dari Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Mengapa harapan mengurangi hoax dialamatkan ke MUI?
Karena MUI sebagai lembaga keagamaan yang dianggap memiliki pengaruh kepada umat. Sedangkan yang terlibat di media sosial adalah umat. Umat tidak cukup ditindak saja. Mendeteksi tindakan-tindakan seperti itu sulit karena muncul di sana-sini, sehingga penegak hukum kewalahan. Maka harus diimbangi dengan pendekatan keagamaan supaya mereka sadar.
Seberapa besar kekuatannya?
Secara pendekatan keagamaan, sangat mengikat umat. Kami sebut mengikat secara syariah, ilzam syar'i. Kompetensi memberikan tuntunan keagamaan ada pada ulama, yang terhimpun di lembaga keagamaan. MUI adalah lembaga yang merepresentasikan berbagai kelompok keagamaan. Jadi mempunyai otoritas menyeluruh. Fatwa Nahdlatul Ulama, misalnya, hanya untuk warga NU. Begitu juga Muhammadiyah dan Persatuan Islam.
Namun ada keputusan MUI yang cenderung tidak diindahkan, misalnya larangan gibah di tayangan…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…