Aktivis Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng, Gunarti: Kami Merasa Belum Merdeka

Edisi: 19/46 / Tanggal : 2017-07-09 / Halaman : 100 / Rubrik : WAW / Penulis : Raymundus Rikang , Edi Faisol,


Petani dan pegiat Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng, Gunarti, emoh disebut "Kartini modern" meski terlahir pada 21 April dan berjuang untuk kaumnya. Dengan dalih menyelamatkan sumber air dan tanah, ia menolak pembangunan pabrik PT Semen Indonesia (Persero) Tbk di Pegunungan Kendeng, Jawa Tengah. "Lebih baik krisis semen daripada krisis pangan," kata Gunarti, 43 tahun.

Jejak perlawanan Gunarti dan warga Kendeng menolak pabrik semen terbentang sejak satu dasawarsa silam. Menurut dia, tak berbilang seringnya tubuh para perempuan itu diseret dan dipiting petugas keamanan saat memblokade jalan menuju lokasi pabrik. Pengaduan ke Presiden Joko Widodo di Istana Negara pada Maret lalu pun tak membantu mereka.

Gunarti cs menggugat izin penambangan bukit gamping yang diterbitkan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo ke pengadilan. Sempat kalah di pengadilan tingkat pertama dan kedua, mereka menang di tingkat kasasi. Putusan itu belum memastikan pabrik semen angkat kaki dari Kendeng. Tapi perjuangan warga Kendeng--penganut Sedulur Sikep, yakni perlawanan tanpa kekerasan yang diajarkan Samin Surosentiko (1859-1914)--belakangan sukses mendesak pemerintah mengkaji ulang luasan wilayah eksplorasi karst yang merupakan penyimpan cadangan air tanah.

Hasil kajian lingkungan hidup strategis tahap pertama yang dirilis pemerintah pada April lalu tampak berpihak pada perjuangan warga Kendeng. Salah satunya merekomendasikan penetapan kawasan Watuputih, Rembang, Jawa Tengah, yang sempat masuk area eksplorasi tambang pabrik semen, sebagai kawasan bentang alam karst. Poin lainnya adalah moratorium penambangan batu gamping dan pelarangan penerbitan izin usaha penambangan baru di Watuputih. "Penting bagi semua pihak mematuhi rekomendasi ini," ujar Gunarti, yang baru kembali dari Jerman untuk mengkampanyekan perlawanan mereka pada peringatan Hari Buruh Sedunia.

Selasa pekan pertama Juni lalu, Gunarti menerima wartawan Tempo Raymundus Rikang dan Edi Faisol di rumahnya di Dusun Bowong, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Gunarti menutup wawancara dalam bahasa Jawa itu dengan menembangkan kidung yang dia ciptakan: "Wes wayahe gugah rasane. Aja kebangeten ndablek laline. Weruh donyane dirusak kok meneng wae. Dleweran kae tangise gununge dewe. Ditambang dikeduki kabeh isine." (Tiba saatnya menggugah perasaannya. Jangan keterlaluan abainya. Tahu alamnya dirusak kok diam saja. Gunung kita berlinang air mata. Ditambang, digali semua isi perutnya.)

|||

Mengapa pembangunan pabrik semen harus ditolak?

Pabrik semen di Pegunungan Kendeng akan merusak dan melenyapkan 125 sumber mata air, 30 gua, dan 9 ponor (celah aliran air). Kajian geologi memastikan, bila ditemukan satu ponor saja, daerah itu tak boleh ditambang. Apalagi ada situs sejarah makam Prabu Angling Dharma dan Batik Madrim serta petilasan Dewi Kunthi. Penambangan karst…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…