Menteri Luar Negeri Retno Lestari Priansari Marsudi: Stabilitas Asean Tidak Turun Dari Langit
Edisi: 26/46 / Tanggal : 2017-08-27 / Halaman : 90 / Rubrik : WAW / Penulis : Raymundus Rikang, Mahardika Satria Hadi, Reza Maulana
Diplomasi keibuan. Istilah itu dipilih Menteri Luar Negeri Retno Lestari Priansari Marsudi untuk menggambarkan gaya diplomasi Indonesia di Association of Southeast Asian Nations (ASEAN). Retno, 54 tahun, satu-satunya menteri luar negeri perempuan di sepuluh negara anggota ASEAN. Ia juga yang kerap mengambil inisiatif perundingan.
Sejak tahun lalu, Retno mengajak sembilan rekannya berembuk sebelum turun di forum guna menyamakan sikap. Ajakan itu kembali bergaung di konferensi menteri luar negeri Forum Regional ASEAN di Manila, Filipina, 2-8 Agustus lalu. Kali ini untuk menyamakan suara terhadap isu Laut Cina Selatan. "Pasti ada perbedaan pendapat. Tapi kita adalah satu keluarga sehingga ke luar ruangan harus satu sikap," ujar Retno.
Tepat di hari ulang tahun ke-50 ASEAN pada 8 Agustus lalu, Retno dan rekan-rekannya mengeluarkan pernyataan diplomatik resmi soal Laut Cina Selatan. Isinya: ajakan menghindari manuver politik serta kecaman terhadap Cina, yang membangun pulau reklamasi di wilayah dan fasilitas militer di sana.
Namun komunike itu dinilai terlalu lunak terhadap agresivitas Cina di perairan yang disebut menyimpan cadangan minyak dan gas bumi terbesar setelah Timur Tengah tersebut. Kalah keras dari pernyataan Amerika Serikat, Jepang, dan Australia, yang meminta Cina menghentikan aktivitasnya di perairan sengketa tersebut. Masalah lain yang menjadi fokus pembahasan ASEAN adalah terorisme dan perdagangan narkotik.
Senin pekan lalu, Retno menerima wartawan Tempo Raymundus Rikang, Mahardika Satria Hadi, dan Reza Maulana di kantor Kementerian Luar Negeri, Jalan Pejambon, Jakarta Pusat. Mantan Duta Besar untuk Kerajaan Belanda ini menjabarkan perjalanan 50 tahun ASEAN, isu-isu kontemporer di Asia Tenggara, dan gaya diplomasi unik Presiden Joko Widodo.
Bagaimana ASEAN mengelola konflik Laut Cina Selatan yang makin pelik?
Kami terus berkonsolidasi soal isu Laut Cina Selatan. Selalu saya sampaikan kepada para mitra kerja, yakni menteri luar negeri negara-negara ASEAN, sebelum mengadakan pertemuan formal, ada baiknya kita duduk bersama mendiskusikan sikap serta posisi terhadap isu-isu penting dan krusial, di antaranya isu Laut Cina Selatan, Semenanjung Korea, dan konflik di Masjid Al-Aqsa, Palestina.
Mengapa masih ada aksi klaim antarnegara di perairan itu?
Masih ada perbedaan pendapat karena menyangkut kepentingan nasional setiap negara. Saya melihatnya sebagai tantangan untuk menyatukan pemahaman.
Itukah penyebab komunike ASEAN di Filipina, dua pekan lalu, terkesan tak solid?
Enggaklah. Justru semua orang yang berdiskusi dengan saya mengatakan pernyataan itu paling pas. Sebab, semua prinsip mendasar sudah tercakup, seperti United Nations…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…