Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Wimboh Santoso: Jangan Terjebak Investasi Berisiko Tinggi
Edisi: 29/46 / Tanggal : 2017-09-17 / Halaman : 92 / Rubrik : WAW / Penulis : Ghoida Rahmah, Raymundus Rikang, Sapto Yunus
KASUS investasi bodong yang terus berulang menyita perhatian Wimboh Santoso. Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan yang menjabat sejak 20 Juli lalu itu menyusun strategi memberantas produk investasi abal-abal. Ia menurunkan tim blusukan ke desa-desa untuk memberikan pemahaman ihwal berinvestasi yang aman. OJK juga menggandeng Kepolisian Republik Indonesia untuk menindak pelaku investasi palsu. "Literasi keuangan masyarakat masih rendah sehingga mudah tertipu," tuturnya.
Wimboh memimpin OJK dengan bekal relatif lengkap. Ia punya pengalaman teoretis dan praktis selama 34 tahun bergelut di sektor keuangan. Sempat memimpin kantor perwakilan Bank Indonesia di New York, Amerika Serikat, kariernya melejit hingga menjadi Direktur Eksekutif Dana Moneter Internasional (IMF), yang berbasis di Washington, DC.
Pengalamannya sebagai bos IMF yang menggawangi stabilitas ekonomi global membuat Wimboh dipercaya menjadi Ketua Dewan Komisioner OJK menggantikan Muliaman Hadad. Meski baru berumur enam tahun, lembaga ini mewarisi seabrek pekerjaan rumah yang berpotensi menggoyang stabilitas sistem keuangan. Salah satunya kasus paket umrah murah First Travel, yang kerugiannya ditaksir mencapai Rp 850 miliar.
Ia juga berkejaran dengan waktu membereskan problem likuiditas Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera. Lembaga asuransi tertua di Indonesia ini punya kewajiban kepada nasabahnya hingga Rp 30 triliun, sementara nilai asetnya hanya Rp 10 triliun. "Saya sedang mengupayakan jalan terbaik untuk menyelesaikan kasus AJB Bumiputera," ujarnya.
Kamis pekan lalu, Wimboh menerima wartawan Tempo Ghoida Rahmah, Raymundus Rikang, dan Sapto Yunus di Menara Radius Prawiro, Kompleks Bank Indonesia, Jakarta Pusat. Ini merupakan wawancara khusus pertamanya selama memimpin OJK.
Mengapa kasus investasi bodong terus berulang?
Pada dasarnya, literasi keuangan masyarakat masih rendah sehingga mudah tertipu. Ditambah fakta bahwa penipu ada di mana-mana, karena manusia dilahirkan dengan insting dasar mengoptimalkan keuntungan. Apalagi penipu itu membawa contoh investasi yang seolah-olah benar. Dengan skema Ponzi (modus investasi palsu yang menyediakan keuntungan investor dari duit investor berikutnya), contoh yang benar di awal itu tak bisa terus-terusan karena pasti bermasalah di belakang.
Seberapa parah literasi keuangan masyarakat kita?
Ada kelompok masyarakat yang memang tak punya pemahaman yang cukup terhadap produk perbankan ataupun keuangan nonbank, seperti investasi. Ada juga kelompok yang bertindak layaknya spekulator. Para spekulator ini bukannya enggak punya literasi soal produk-produk keuangan, tapi sekadar coba-coba mengail peruntungan.
Bagaimana dengan contoh investasi bodong berkedok agama seperti First Travel?
Enggak ada investasi yang memakai kedok itu. Lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…