MENTERI PENERANGAN 1998-1999, MUHAMMAD YUNUS YOSFIAH: FILM PKI ITU BUKAN DOKTRIN

Edisi: 31/46 / Tanggal : 2017-10-01 / Halaman : 38 / Rubrik : WAW / Penulis : Raymundus Rikang, ,


POLEMIK pemutaran kembali film Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI membawa ingatan Muhammad Yunus Yosfiah pada peristiwa 19 tahun silam. Menteri Penerangan di era Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie ini menyetop penayangan film berdurasi empat jam tersebut setelah reformasi bergulir pada 1998.

Yunus menganggap karya yang bernada memuja seorang tokoh tak relevan di tengah euforia reformasi. Ia menilai film karya Arifin C. Noer itu adalah salah satu ekspresi pengkultusan tokoh, khususnya Soeharto, yang baru lengser dari kursi presiden. ”Saya juga mempertimbangkan masukan kolega, khususnya kawan-kawan TNI (Tentara Nasional Indonesia) Angkatan Udara, yang merasa didiskreditkan dalam tayangan itu,” kata Yunus, 73 tahun.

Warisan reformasi yang ditinggalkan Yunus dipastikan tak lagi berjejak. Lewat instruksi Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, nonton bareng film yang pertama kali dirilis pada 1984 itu sudah berlangsung di pelosok serta markas-
markas militer.

Namun, Yunus mengatakan, tak ada yang melarang pemutaran Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI. Ia pun tak keberatan film itu diputar ulang karena banyak anak muda, termasuk prajurit, belum pernah menyaksikan film yang ongkos produksinya menembus Rp 800 juta pada saat itu tersebut. ”Kita punya tanggung jawab bersama membuat anak-anak muda paham soal dampak komunisme di Indonesia,” ujarnya.

Kamis pekan lalu, Yunus menerima wartawan Tempo Raymundus Rikang di kediamannya yang asri di Perumahan Taman Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Nada bicara purnawirawan jenderal bintang tiga ini sering meninggi ketika disodori pertanyaan soal fakta sejarah alternatif yang belakangan muncul dan membantah sejarah peristiwa 1965 versi Orde Baru.

Anda setuju pemutaran ulang film Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI?

Saya mencoba mengambil sudut pandang Panglima TNI Jenderal Gatot urmantyo. Dalam pikirannya mungkin tercetus begini: prajurit dan perwira saya
banyak yang masih muda dan tidak pernah menonton film ini. Jika makin sedikit
yang menonton, orang akan bercerita ala kadarnya soal peristiwa 30 September
1965. Walhasil, prajurit muda tak waspada soal bahaya ideologi komunis. Lagi
pula, kalau seorang prajurit menonton, dia bisa menceritakan ke istri dan anaknya
sehingga pesan dalam film itu bisa tersampaikan dengan lebih luas.

Sikap Anda sendiri bagaimana?

Sikap saya cenderung mendorong pembahasan bersama soal perbedaan
pandangan yang muncul karena pemutaran film tersebut. Negara harus bijak
mengakomodasi suara-suara yang timbul menyikapi film, khususnya duduk perkara peristiwa 30 September 1965. Namun, dengan mencoba melihat sudut pandang dan kebutuhan…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…