Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy: Film Itu Bisa Menyulut Dendam

Edisi: 33/46 / Tanggal : 2017-10-15 / Halaman : 132 / Rubrik : WAW / Penulis : Raymundus Rikang, Gadi Makitan, Reza Maulana


DI tengah merebaknya sentimen antikomunis, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menjadi antitesis. Empat hari sebelum peringatan Hari Kesaktian Pancasila, dia menyatakan larangan siswa sekolah dasar dan sekolah menengah pertama menonton Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI.

Muhadjir, 61 tahun, pasang badan membendung ajakan Panglima Tentara Nasional Indonesia Jenderal Gatot Nurmantyo untuk nonton bareng film karya Arifin C. Noer tersebut. Muhadjir menilai film tersebut, baik versi 4 jam maupun 2 jam, tak layak ditonton anak-anak karena mengandung adegan penyiksaan. Menurut dia, konten film itu bisa menyulut dendam dari dua belah pihak. "Intinya saya tak ingin generasi muda mewarisi dendam. Biarlah mereka menjadi generasi pendamai," ujarnya.

Menurut dia, film itu baru tepat diputar sebagai pelengkap studi sejarah di tingkat akhir sekolah menengah atas dan kejuruan. Di level itu, kata Muhadjir, para siswa sudah bisa mengolah fakta sejarah secara berimbang. Dia meminta guru memperluas perspektif siswa soal Peristiwa 1965.

Lahir dan tumbuh di tengah keluarga santri di Madiun, Jawa Timur, Muhadjir bersinggungan dengan isu komunisme sejak kecil. Kakek dan ayahnya, Sulaeman Afandi dan Soeroja, diculik laskar Pemuda Sosialis Indonesia yang berafiliasi ke Partai Komunis Indonesia (PKI) pada Peristiwa Madiun 1948. Sang kakek tewas di "sumur neraka" di Desa Cigrok, Magetan, bersama 22 ulama lain. Soeroja menunggu giliran eksekusi saat diselamatkan pasukan Siliwangi. Nama mendiang kakek disematkan ke Muhadjir sebagai tanda penghormatan.

Namun Muhadjir tak menaruh dendam pada tragedi itu, termasuk kepada PKI. Guru besar sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang ini justru mendorong sejarawan dan seniman menyajikan fakta sejarah alternatif yang bisa mengungkap geger politik 1965-dan episode sejarah lainnya-secara lebih obyektif dan komprehensif. "Jangan melarang bila ada yang membuat film dengan perspektif yang berbeda dari versi lama," dia berujar kepada wartawan Tempo Raymundus Rikang, Gadi Makitan, dan Reza Maulana di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu pekan lalu.

Apa alasan Anda melarang siswa menonton film Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI?

Saya memakai pendekatan kelayakan tonton. Saat film itu diproduksi pada 1984, Badan Sensor Film-kini Lembaga Sensor Film (LSF) di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan-menyatakan usia minimal penonton film itu adalah 13 tahun. Jadi saya memutuskan siswa sekolah dasar dan sekolah menengah pertama tak boleh menonton. Saya sudah menonton film itu empat kali, baik versi lengkap maupun pendek, lantas menyimpulkan tak ada perbedaan mencolok dari sisi konten. Sama-sama tak layak ditonton anak-anak.

Konten apa…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…