MENGAPA WANITA SIMPANAN

Edisi: 08/20 / Tanggal : 1990-04-21 / Halaman : 72 / Rubrik : ILS / Penulis :


SETELAH mengecap rasa manis dari kebebasan serta mendapat
peluang lebih besar dalam pendidikan, berhasilkah kaum wanita
mengangkat tingkat hidup dan menegakkan harkatnya? Jawab yang
tersedia adalah ya dan tidak.

; Perjuangan R.A. Kartini untuk kebebasan dan persamaan hak
belumlah cukup untuk mengantarkan kaum perempuan ke pintu
gerbang kesejahteraan lahir dan batin. Tapi sebelum
membahasnya lebih jauh, baiklah kita berpaling ke masa lampau,
ketika Kartini menyuarakan protesnya terhadap budaya yang
menggelapkan dunia kaumnya selama berabad-abad.

; Pada 27 Maret 1902, Kartini melayangkan sepucuk surat ke
negeri Belanda, satu dari 150 suratnya kepada Nyonya Abendanon
yang kemudian hari menjadi surat-surat bersejarah. Dalam surat
itu, ia menulis, "Apakah bukan bohong namanya, bila istri
-istri seorang pria tak punya pilihan lain, kecuali berdamai
dan rukun sesama mereka?"

; Di surat itu, Kartini mempermasalahkan poligami di lingkungan
pangeran-pangeran Jawa. Konteks sebagian besar suratnya memang
mencerminkan kegetiran hidup wanita Jawa yang dipingit dan
dikurung di balik tembok-tembok keraton. Tapi pandangan
Kartini yang luas tidak berhenti sekitar tembok dan kegetiran.

; Ia mempertanyakan hak dan kebebasan wanita dalam konteks yang
jauh lebih luas. Misalnya, tentang keseimbangan hubungan
antara pria dan wanita, yang bahkan sampai kini masih relevan
untuk dipertanyakan. Juga masih layak dikaji apakah pria masa
kini telah mengubah pandangan mereka yang "klasik" tentang
wanita. Benarkah batas-batas keinginan pria masa kini tidak
lagi sama dengan pangeran-pangeran Jawa dulu, yang, tidak bisa
tidak, harus berpoligami?

; Kartini menulis, "Suatu ketika saya membaca pendapat Prof. Max
Muller yang menyatakan bahwa poligami pada masyarakat Timur
adalah sebuah kebajikan, sebuah karunia bagi wanita yang tidak
bisa hidup tanpa perlindungan suami...." Dan Kartini marah.
"Mereka ingin membohongi kita, bahwa bagi wanita tidak kawin
itu bukan hanya aib, tapi juga sebuah kesalahan besar.
Berulang-ulang mereka katakan itu kepada kita. O, mereka
melihat wanita yang memilih untuk tidak kawin dengan pandangan
sangat menghina."

; Selanjutnya, Raden Ajeng yang sangat halus tutur katanya itu
menggoreskan gagasan yang menyentak. "Untuk bebas, kawin dulu,
lalu cerai ...." Tapi Kartini segera surut ketika bermuka-muka
dengan realitas.

; "Bila wanita bisa membeli kebebasannya," demikian ia menulis,
"mereka harus membayar mahal, sangat mahal. Mereka pasti akan
menghadapi kenestapaan." Dan di akhir suratnya, putri Jawa ini
mengguratkan pertanyaan retoris yang terdengar seperti
menembus zaman. "Bisakah sesungguhnya kita meributkan
persamaan hak bila, pada masyarakat Barat yang sudah maju,
wanita masih disejajarkan dengan anak-anak dan orang tolol?"
Kini -- hampir seratus tahun kemudian soal kebebasan dan
persamaan hak tidak lagi dimasalahkan kendati wanita Barat,
yang menjadi tolok ukur bagi Kartini, secara umum tidak bisa
dikatakan sejahtera dan bahagia. Memang, berbagai impian ada
dalam jangkauan wanita Barat, terutama mereka yang berbakat
dan berpendidikan cukup. Uang, karier, anak-anak yang sehat
dan manis adalah hak mereka.

; Namun, untuk jasa yang sama yang mereka berikan, para wanita
itu masih dibayar lebih…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

N
NATAL DALAM GAMBAR
1991-12-28

Berbagai gambar karikatur natal untuk peristiwa di eropa, myanmar, kremlin, palestina, dilli, yugoslavia, dan penyakit…

M
MENGAPA WANITA SIMPANAN
1990-04-21

Emansipasi wanita mencatat banyak kemajuan ada sisi lain yang getir yaitu, kebebasan seks dan istri…

K
KETIKA TELEPON TIDAK BERDERING
1990-04-21

Hubungan seks bebas para peragawati menurut okky asokawati berdasarkan cinta dan tanpa tuntutan. tempo mengadakan…