Jejak Yang Hilang Di Desa Jambu

Edisi: 47/13 / Tanggal : 1984-01-21 / Halaman : 62 / Rubrik : KRI / Penulis :


"KALAU polisinya yang goblok, pasti ada faktor X dalam kasus kematian Cucu." Kata-kata keras, dengan nada suara tinggi itu, diucapkan Brigadir jenderal Soenarjo, yang baru dua bulan menjabat Kapolda Jawa Tengah menggantikan Mayor Jenderal JFR Montolalu, yang kini bertugas di Markas Besar Polri. Para kapolres dan kapolsek, yang hadir dalam pertemuan di Yogyakarta dua pekan lalu itu, terdiam.

Ini menyangkut sebuah cerita yang cukup rumit, juga sebuah gambaran betapa aparat kepolisian tampak tidak siap menanganinya. Dan Soenarjo rupanya memang menyentil cara kerja polisi Purwokerto, sekaligus mengundang "kenangan lama" ketika seorang remaja putri, Christiana Lina Dewi alias Hoo Foeng Tjoe - yang sehari-hari dipanggil dengan nama kesayangan Cucu - meninggal tahun lalu, dalam usia 18 tahun.

Gadis periang, anak pengusaha pabrik mi itu diduga mati akibat minum Baygon. Tapi, ternyata, kata Soenarjo, dia mati karena keracunan DDT. Hal itu diketahui berdasarkan visum et repertum yang dibuat tim kedokteran kehakiman FK UGM, Yogyakarta, pimpiman Dokter Sugandhi.

Sejak semula, memang tampak ada yang kurang beres dalam kasus ini. Cucu, misalnya, tak segera diautopsi. Padahal, kematiannya jelas tidak wajar. Lalu, barang bukti berupa kaleng Baygon, dompet, tas, dan pakaian dikabarkan hilang di tangan polisi yang bertugas menyidik.

Menurut sebuah sumber di Purwokerto hilangnya barang-barang bukti itu akibat pengaruh Edward Ocy Boen Lian (OBL) alias Slamet Widodo. Pemilik toko kelontong "Slamet" yang berusia 44 tahun itu memang gencar disebut-sebut sebagai orang yang bertanggung jawab atas kematian Cucu.

Tapi, apakah gadis itu mati dibunuh atau bunuh diri, masih tetap merupakan teka-teki. Apalagi, karena OBL tertembak polisi 6 Desember lalu. Meski begitu, Soenarjo masih bersemangat untuk membongkar kasus kematian Cucu - karena hal itu menyangkut nama baik polisi.

Bagaimana sebenarnya duduk soalnya?

17 April 1982:
Hari itu Cucu pamit kepada orangtuanya. Ia bermaksud pergi bersama teman sekolahnya ke Temanggung. Mereka hendak mengadakan acara perpisahan, setelah menghadapi ujian akhir di SMA Bruderan, Jurusan IPS. Di sekolah, Cucu tergolong menonjol. Angka rapornya rata-rata 7,6. Sebab itu, keikutsertaannya dalam acara perpisahan sangat diharapkan.

Apa mau dikata, Cucu rupanya memilih pergi ke rumah OBL, duda beranak empat yang tinggal di Jalan Jenderal Sudirman nomor 324. Lelaki parlente yang ketika itu berumur 42 tahun itu memang sudah dikenalnya sejak lama. OBL sendiri pernah belajar di SMA Bruderan.

Hari itu, kebetulan OBL di rumah. Cucu menginap di sana meski sebelumnya OBL berusaha menolak kehadirannya. "Ia tidur di kamar depan, sedang saya tidur bersama anak saya di kamar lain," tulis OBL dalam pengakuannya kepada polisi.

18 April l982:
Cucu mengajak OBL pergi ke Baturaden, tempat peristirahatan yang nyaman. Jangan heran mereka memang pernah beberapa kali menginap di sana.

Tapi kali itu OBL menolak. Sebab, seperti pernah dikatakannya, ia sedang berniat menjauhi Cucu. Bukan karena ia tak senang bergaul dengan gadis periang yang punya daya pikat itu. Melainkan karena anak itu dinilainya "kurang normal…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

G
Genta Kematian di Siraituruk
1994-05-14

Bentrokan antara kelompok hkbp pimpinan s.a.e. nabanan dan p.w.t. simanjuntak berlanjut di porsea. seorang polisi…

S
Si Pendiam Itu Tewas di Hutan
1994-05-14

Kedua kuping dan mata polisi kehutanan itu dihilangkan. kulit kepalanya dikupas. berkaitan dengan pencurian kayu…

K
KEBRUTALAN DI TENGAH KITA ; Mengapa Amuk Ramai-Ramai
1994-04-16

Kebrutalan massa makin meningkat erat kaitannya dengan masalah sosial dewasa ini. diskusi apa penyebab dan…