Arie Namanya

Edisi: 40/14 / Tanggal : 1984-12-01 / Halaman : 62 / Rubrik : KRI / Penulis :


ARIE Hanggara, 7, kini tak lagi menderita. Ia sudah berada dalam dekapan Tuhan. Kita tahu, anak kelas I SD Yayasan Perguruan Cikini (Yaperci), Jakarta Pusat, itu meninggal dinihari 8 November lalu karena siksaan ayah kandungnya.

Mulanya, dalam tas anak yang berparas manis dan tampan itu ditemukan uang Rp 8.000. Menurut Arie, uang tersebut diambil dari tas seorang pelajar SMA Yaperci. Santi, 26, ibu tirinya, segera menampar dan membenturkan kepala anak itu ke tembok. Sang ayah, Machtino, 33, yang sudah beberapa bulan tak mempunyai kerja tetap, lebih berang.

Ia memukuli Arie dengan tangkai sapu. Ia juga menyuruh Arie berdiri menghadap tembok, mengikat tangannya, dan memerintahkan jongkok-berdiri beberapa kali sampai anak itu kelelahan, kelaparan serta kehausan, karena makan minumnya dibatasi. Juga kedinginan, karena Arie harus bertelanjang dada.

Terakhir, pada 7 November tengah malam, yaitu setelah lima hari Arie menjalani siksaan sampai tak masuk sekolah, Machtino menjumpai Arie duduk. Padahal, di malam dingin itu mestinya Arie masih menjalani hukuman berdiri menghadap tembok. Celakanya, Machtino bukannya berpikir bahwa anak itu lelah dan mengantuk. Ia malahan menghajar anak keduanya dengan pukulan yarlg lebih keras. Malam itu, Arie rupanya sudah tak kuat lagi menanggung siksaan. Ia meninggal sewaktu dibawa ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.

Para orangtua umumnya - bisa dimaklumi - sangat marah, trenyuh, mendengar peristiwa itu. Ketika diadakan rekonstruksi di rumah di Jalan Haji Maun, Jakarta Selatan, massa berdesakan hendak memuku] Machtino sambil berteriak; "Orangtua jahat . . . Bunuh saja!" Untung, polisi sigap sehingga Machtino dan Santi - keduanya kini berada dalam tahanan - tak menjadi bulan-bulanan bekas tetangga.

Para tetangga ini boleh saja menudut Machtino jahat. Tap ia bukan satu-satunya orangtua yang tega terhadap darah dagingnya sendiri. Joni (nama samaran) 13, di Surabaya mengaku sering dihajar ayahnya, sampai ia terkadang takut pulang ke rumah seusai sekolah. Pernah, sekali waktu, ia tak diberi makan minum sehari semalam, dengan kedua kaki dan tangan terikat erat.

Pasalnya, ia mencuri uang Rp 5.000 dari saku celana bapaknya. "Saya ingin…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

G
Genta Kematian di Siraituruk
1994-05-14

Bentrokan antara kelompok hkbp pimpinan s.a.e. nabanan dan p.w.t. simanjuntak berlanjut di porsea. seorang polisi…

S
Si Pendiam Itu Tewas di Hutan
1994-05-14

Kedua kuping dan mata polisi kehutanan itu dihilangkan. kulit kepalanya dikupas. berkaitan dengan pencurian kayu…

K
KEBRUTALAN DI TENGAH KITA ; Mengapa Amuk Ramai-Ramai
1994-04-16

Kebrutalan massa makin meningkat erat kaitannya dengan masalah sosial dewasa ini. diskusi apa penyebab dan…