Jual Beli Dengan Cina ; Rayuan Cina, Tawaran Jepang
Edisi: 32/12 / Tanggal : 1982-10-09 / Halaman : 15 / Rubrik : LN / Penulis :
LENTERA merah di Lapangan Tienanmen, bulan purnama di atasnya dan hidangan kue keranjang pada tiap keluarga Cina. Inilah suasana hangat menyambut kunjungan PM Jepang Zenko Suzuki ke Cina pekan silam. Tanpa parade militer, seluruh negeri merayakan 1 Oktober, hari kemerdekaan ke-33 yang jatuh bersamaan dengan pesta musim gugur. Kebetulan seperti ini jarang terjadi dan terasa lebih berarti karena hasil Kongres PKC ke-12 memperkuat posisi Deng Xiaoping, mencampakkan belenggu dogmatisme/kultus individu (baca Maoisme), dan mengamankan modernisasi. Dalam kata lain, ini satu lompatan lagi bagi upaya Demoisasi.
Suzuki hadir di Beijing sesudah lompatan terjadi, khusus dalam rangka memperingati 10 tahun persahabatan Cina-Jepang, tepatnya 29 September. Ia pun bicara tentang lompatan jauh yang bisa dilakukan oleh kedua negara untuk mencapai tujuan bersama. Suasana pekan lalu belum sepenuhnya bebas dari sisa kemarahan Cina atas buku pegangan sejarah Jepang yang menghebohkan itu, namn Suzuki menyebut juga soal "prospek penanaman modal asing yang cukup cerah, sejauh Beijing sanggup menumbuhkan iklim berusaha yang baik."
Bicara soal iklim berusaha di Cina, setap pengunjung agaknya belum sanggup menebak cuaca. Memang pada Februari 1978, Deng membuka pintu ekononomi Cina untuk investasi dan teknologi asing. Tanpa mengkaji lebih dalam, para pionir dunia usaha dari negara maju kemudian menyerbu ke sana, bagaikan Marcopolo abad ini, penuh gairah dan semangat tinggi. Tidak salah lagi, mereka mengejar sesuatu di Kerajaan Tengah.
Tapi sesuatu itu belum sempat diperoleh. Juli 1979, RRC secara resmi mengumumkan tekad pemerintah untuk penyesuaian kembali. Dengan tekad ini sekian banyak kontrak kerjasama ekonomi dinyatakan ditunda atau dibatalkan. Pangusaha AS, Eropa dan Jepang geger. Tindakan drastis yang menyangkut penghapusan kontrak sampai meliputi beberapa milyar US$ agaknya baru sekali itu terjadi. RRC memang menjanjikan ganti rugi, misalnya pada Jepang, sementara mereka mengharapkan pinjaman lunak. Nah!
Tapi itu 3 tahun silam. Selama itu banyak yang terjadi. Jepang yang sangat terpukul terutama karena kontraknya dengan Cina untuk membangun proyek raksasa besi baja Baoshan dibatalkan -- berusaha untuk waspada. Tokyo tiap kali terpaksa membaca perkembangan politik di Cina secara lebih hati-hati maklum, politik di sana konon lebih mirip misteri. Dan di kalangan pengusaha Amerika timbul kesadaran bahwa surat-surat kontrak yang bagi mereka keramat, dalam pandangan Cina agaknya tidak lebih dari selembar kertas tanpa sanksi atau kewajiban apa pun yang bisa mengikat kedua belah pihak.
Reaksi mereka terhadap kesewenangan Cina terpecah tiga. Pertama, sama sekali memutuskan hubungan dagang dengan Cina. Kedua, mencoba memperuhankan keyakinan yang kurang realistis akan potensi pasar di Cina. Ketiga, menilai hubungan dengin Cina masih berharga untuk dilanjutkan. Tapi Kenneth P. Morse, presiden Chase Pacific Trade Advisors menegaskan bahwa sebagian besar pengusaha Amerika condong pada pilihan pertama.
Seorang pengamat menyatakan bahwa Deng Xiaoping dengan ambisi tinggi telah membuka…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Serangan dari Dalam Buat Arafat
1994-05-14Tugas berat yasser arafat, yang akan masuk daerah pendudukan beberapa hari ini, adalah meredam para…
Cinta Damai Onnalah-Ahuva
1994-05-14Onallah, warga palestina, sepakat menikah dengan wanita yahudi onallah. peristiwa itu diprotes yahudi ortodoks yang…
Mandela dan Timnya
1994-05-14Presiden afrika selatan, mandela, sudah membentuk kabinetnya. dari 27 menteri, 16 orang dari partainya, anc.…