Tesis Dokter Nawangsari Sugiri

Edisi: 39/09 / Tanggal : 1979-11-24 / Halaman : 57 / Rubrik : LIN / Penulis :

 

BAGI Pan Wirta dari desa Penarungan, Badung di Bali, memburu kodok kini bukan sekedar sambilan. "Dulu sekedar iseng mencari kesenangan," katanya, mengingat kembali 5 tahun lalu, tapi "sekarang ibarat profesi sudah." Dari hasil buruannya itu ia mampu menghidupi isteri dan anaknya.

Sekarang di Indonesia, ribuan orang seperti Pan Wirta, 45 tahun, setiap malam menelusuri pematang sawah untuk menangkap hewan akuatik ini. Dulu pencari kodok tidak sebanyak itu. Seperti diungkapkan Pan Wirta, di desanya dulu tidak ada 10 orang yang memburu kodok. "Sekarang-sudah puluhan," katanya. Dulu ia bisa mendapatkan sampai 10 kg paha kodok semalam, 'tapi sekarang mencapai 4 kg saja sudah untung."

Bahwa hasil penangkapan makin kurang, semua daerah pemburuan kodok seperti di Lombok, Bali, Ja-Tim, Ja-Teng, Ja-Bar dan Sum-Bar turut merasakannya. Umumnya para pemburu kodok melihat itu sebagai akibat bertambah banyak jumlah mereka. Salekan, 33 tahun, dari Jatiwangi, misalnya, mengeluh, "Dulu saya bisa menangkap sampai 200 ekor semalam. Sekarang sudah bagus kalau dapat 10 ekor." Di desanya pun makin banyak orang memburu kodok. "Susahnya, kodoknya sekarang kecil-kecil," tambahnya.

Menurun

Kenyataan ini juga disimpulkan Dr. Nawangsari Sugiri. Ketika meraih gelar Doktor dengan mempertahankan tesisnya mengenai kodok di Sekolah Pasca Sarjana, IPB, ia mengemukakan bahwa…

Keywords: Peternakan Kodok, Pan Wirta, Dr. Nawangsari Sugiri, Sutiati, UD Samudra Raya, Kianedy Handijaya, Nyo Hok Kim, L. Laksmono SH, CV Corimex, Soetaji, PT Trifood Indonesia, Soegito Soekamsiputro, Prof. Dr. Otto Sumarwoto, 

---

Foto Terkait