MARIYUANA DIANTARA TULIP

Edisi: 13/01 / Tanggal : 1971-05-29 / Halaman : 11 / Rubrik : LN / Penulis :

DI perhentian trem Maurits Kaade, depan Tropen Museum Amsterdam,
seorang nenek-nenek mengeluh pada suatu pagi tatkala menemukan
katja-katja halte petjah berantakan. "Ini sungguh aneh, setiap
selesai diperbaiki besoknja dipetjahkan lagi. Saja betul-betul
tidak tahu kehendak anak-anak sekarang. Kami djuga pernah muda
dan nakal, tapi jang dikerdjakan anak-anak muda sekarang ini
sungguh tidak mudah dimengerti". Dan kepada beberapa orang
Indonesia jang berdiri kedinginan menanti trem nomor 9
kedjurusan sentral. Nenek itu seakan merasa malu dengan petjahan
jang ditemuinja hampir tiap pagi; "Tidak pernah saja duga orang
Belanda jang terkenal tertib itu bisa melahirkan anak-anak jang
berubah setjepat ini".

; Diduga ataupun tidak, njatanja perubahan itu berlangsung dengan
fantastis. Orang-orang tua dari negeri bekas djadjahan Belanda
boleh merindukan dari djauh masa-masa indah zaman student di
Leiden ataupun Rotterdam voor de oorlog, tapi djangan tjoba
datang kesana, sebab pasti ketjewa. Semuanja sudah berubah,
ketjuali kintjir angin, kanal-kanal dan kebiasaan menggrundel,
serta tulip jang masih tetap djadi objek para turis jang datang
dari mana-mana.

; Berhenti djadi negara kolonialis, tiba-tiba orang Belanda
menemukan diri sebagai pekerdja keras jang paling radjin.
Bagaikan mesin mereka menghabiskan waktu untuk membangun tanah
sempit jang mereka rampas dari air. Seperti disulap, negeri jang
pernah digambarkan bagai gabus jang mengambang diatas lautan
kekajaan djadjahan-djadjahannja itu, dengan serta merta mendjadi
batu karang kukuh ditengah-tengah air. Serentak dengan itu,
iapun mendjadi negara industri, kaja dan menikmati berbagai
djaminan sosial terapi didunia. Kepadatan penduduk -- terpadat
didunia…

Keywords: -

---

Foto Terkait