YOGYA: "WASTRA LUNGSET ING SAMPIRAN"

Edisi: 40/01 / Tanggal : 1971-12-11 / Halaman : 13 / Rubrik : KT / Penulis :


JOGJA mati, dibunuh Paku Alam". Itu kata seorang sardjana asal
Jogja, sembari berbisik seolah-olah ada suatu hal genting jang
terdjadi. Sudah tentu ia termasuk orang jang tak setudju dengan
kebidjaksanaan Wakil Kepala Daerah Istimewa itu dalam
melaksanakan (atau kurang melaksanakan?) pembinaan kotanja.
Sebab disebuah warung sate disamping alun-alun Jogja jang semi
hidjau seorang intelektuil tingkat lokal memberi pendjelasan
lain: Tidak benar Paku Alam satu-satunja jang bertanggung
djawab. Tapi benar kota ini mati".

; Benarkah Jogja mati? Apa ukuran mati dan apa ukuran hidup buat
sebuah kota? Perasaan terhadap waktu disini agak asing buat
orang jang biasa terburu-buru di Djakarta. Betjak berdjalan
djauh lebih pelan. Djam didepan pasar Beringhardjo seperti tak
pernah diatjuhkan orang. Malioboro tetap sama seperti puluhan
tahun jang lalu. Hidup berlangsung dalam suasana klenengan. Dan
andong-andong Jogja sudah sematjam lambang dari kota itu seperti
jang pernah dilukis Affandi tetap sadja terkantuk-kantuk diatas
aspal jang tak begitu bersih oleh debu, tanpa deru tapi plus
tahi kuda. Orang dengan sabar menunggu bila palang pintu
kereta-api Lempujangan atau Tugu melintang menghalangi djalan,
mentjegah beratus-ratus sepeda (kota ini dikenal sebagai kota
sepeda) melintas. Toch seorang Amerika jang beberapa kali datang
ke kota itu dari Djakarta, dan djatuh tjinta kepadanja, berkata:
"Tidak benar Jogja mati. Setjara kebudajaan, tidak". Mungkin ia
kagum dan terpesona akan suasana jang eksotis itu ia tjuma tamu,
sebab seorang pembuat wajang di Jogja melambangkan kotanja
sebagai wastra lungset ing sampiran": pakaian lusuh jang
tersampir. Kota ini paling sedikit telah kehilangan pamornja.

; Makam Pahlawan & Tempat Djudi.

; Mempunjai penduduk 190 ribu di tahun 1942, djumlah ini mendjadi
berlipat ganda ketika Jogja mendjadi ibu kota Republik (400 ribu
orang). Ketika ibukota pindah ke Djakarta, Jogja, seperti lampu
padam jang ditinggalkan laron. Penduduknja kembali turun
mendjadi 250 ribu orang. Kini dengan penduduk seluruh daerah
istimewa 2.443.071 orang, hampir 15% dari djumlah tersebut
berada dikota Jogja. Dengan luas jang tidak banjak berbeda
ketika kota itu berpenduduk tidak lebih dari 200 ribu orang,
dapatlah dibajangkan bahwa kota Jogja adalah kota jang terpadat
dimana 12.384 penduduk berdesakan ditiap satu kilometer persegi
(perkiraan PUTL 1968).

; Tatakota Jogja kini masih tetap berpusat pada tatakota jang
membuatnja dulu: Belanda. Kota jang dibuat dengan saluran air
dibawah tanah (jang tjukup besar sehingga orang dapat berdjalan
di bawahnja) tumbuh keberbagai pendjuru tanpa beraturan.
Akibatnja lahir pulalah pertjampuran jang tidak direntjanakan:
daerah industri berdampingan dengan kraton atau tjandi. Makam
pahlawan hampir berdampingan dengan THR Sasana Suka tempat
berdjudi. Selalu tumbuh setjara tambal…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

L
LEDAKAN DI MALAM NATAL
1985-01-05

Bom meledak di dua tempat di gedung seminari alkitab asia tenggara dan di gereja katolik…

S
SENAYAN MENUNGGU PAK DAR
1984-02-11

Keppres no.4/1984, seluruh kompleks gelora senayan (tanah yang diperuntukkan asian games ′62), dinyatakan sebagai tanah…

Y
YANG TERTIB DAN YANG MENGANGGUR
1983-04-09

Berdasarkan perda no.3/1972, gubernur soeprapto, akan melakukan penertiban terhadap bangunan liar dan becak-becak. bangunan sepanjang…