Pelacur Baik Dari Setzuan
Edisi: 09/06 / Tanggal : 1976-05-01 / Halaman : 41 / Rubrik : TER / Penulis :
PEREMPUAN PILIHAN DEWA
Cerita: Bertolt Brecht
terjemahan: Tuti Indra Malaon
sutradara: Slamet Raharjo
produksi: Teater Populer
***
DALAM Notes et contre -notes Ionesco berkata: "Saya tak menyukai Brecht". Alasannya: "Ia didaktis dan ideologis". "Ia tak memberi kita materi untuk pemikiran", katanya lagi.
Ionesco, tentu saja, tak bersikap adil terhadap Brecht yang waktu itu telah meninggal. Tapi penulis "teater absurd" ini, yang pernah menyebut diri "anarkis sayap-kanan", memang suara yang jernih, kocak, tajam, ekstrim.anti-ideologi. Sebaliknya Bertolt Brecht. Sastrawan Jerman ini menerima Hadiah Perdamaian Stalin 1955, setahun sebelum ia meninggal sebagai warga Berlin Timur. Dan terhadap komunisme ia pasrah. Dan baginya, fungsi lakon- lakonnya adalah "mengajar penonton untuk mencapai suatu keputusan".
Namun tak selamanya apa yang dilakukan si pengarang sesuai dengan apa yang dikatakannya. Dan Brecht setidaknya bukan "pengulangan yang tak ada gunanya", seperti dituding Ionesco. Misalnya lakon ini, untuk kita, sebagaimana dipentaskan di Teater Arena TIM pertengahan kedua April yang lalu. Ditulis setelah Hitler menduduki Austria (1938), lima tahun sesudah Brecht mengungsi dari Jerman Nazi ke Denmark, Perempuan adalah sebuah parabel puitis tentang pertanyaan Brecht yang pokok saat itu: dapatkah seseorang bisa jadi manusia baik dalam suatu masyarakat yang pahit oleh penderitaan. Dengan latar Tiongkok, daerah Setzuan. dan kemelaratan yang merata, lalon ini tak berangkat dengan kegawatan manusia, melainkan kerisauan para dewa. Masalahnya nampak lebih metafisik ketimbang sosial. Tiga dewa turun, meninjau daerah-,daerah. Mereka mencari seorang manusia baik. Dan mirip kisah Injil tentang Sodom dan Gomorra, satu dari mereka berkata: "..semua masih bisa diselamatkan kalau ada satu orang saja, satu saja yang bisa ditemukan yang betul-betul mau berbuat baik terhadap dunia ini"
Terhisap
Setelah berkali-kali ditampik orang waktu minta penginapan, akhirnya mereka diberi tempat oleh pelacur Sente. Sente-lah memang…
Keywords: Goenawan Mohamad, Bertolt Brecht, Tuti Indra Malaon, Slamet Raharjo, Teater Populer, Berliner Ensemble, Arifin C. Noer, Putu Wijaya, Martin Esslin, 
Artikel Majalah Text Lainnya
Logika Kartun sebagai Jembatan Komunikasi
1994-04-16Mungkin teater kami merasa masalah dalam naskah jack hibberd ini asing bagi penonton indonesia, ditempuhlah…
Peluit dalam Gelap
1994-04-16Penulis ionesco meninggal dua pekan lalu. orang yang anti kesewenang-wenangan kekuasaan, semangat yang menjiwai drama-dramanya.
Sebuah Hamlet yang Sederhana
1994-02-05Untuk ketiga kalinya bengkel teater rendra menyuguhkan hamlet, yang menggelinding dengan para pemain yang pas-pasan,…