14 TAHUN DI AIR CILIWUNG

Edisi: 07/08 / Tanggal : 1978-04-15 / Halaman : 24 / Rubrik : SD / Penulis :

CILIWUNG yang suka menerkam rakyat pada musim hujan, adalah
sumber hidup puluhan keluarga di Jakarta. Selain dengan sabar
menampung berbagai macam sampah, bangkai, kotoran manusia,
pembuluh Jakarta yang butek ini juga menjadi sumber hidup tukang
perahu. Mengherankan: Ibukota yang penuh gedung megah dan
memiliki berbagai fasilitas angkutan rakyat, toh masih dijamah
perahu. Jarang orang mengingat perahu ini manakala ia terseret
dalam arus lalu lintas bermotor yang padat--bahkan jarang yang
sadar bahwa mereka lewat di sebelah kali kecil yang dulu sering
dinyanyikan para penyair, bernama Ciliwung. Padahal kalau anda
mencoba keluar dari pusaran dan sudi berhenti sejenak di pinggir
kali, anda lihat: di sepanjang Jalan Gunung Sahari ada 6 buah
perahu dengan resmi menjadi jembatan apung. Itu sejak 1975.

; Menurut laporan seorang pengamat kali, dahulu setiap mulut jalan
yang berhenti di tepi sungai ini memiliki lebih dari sebuah
perahu. Dengan angkutan itu penduduk tidak usah mencari jalan
putar untuk menyeberang. Para ibu yang menggendong orok, para
pegawai, penjaga toko dan terutama anak sekolah, amat terkesan
oleh fasilitas yang kuno ini. Sekarang memang sudah ada beberapa
buah jembatan--tapi toh perahu-perahu itu masih dapat
menghasilkan masing-masing Rp 2000--Rp 3000 dalam satu hari.

; Pukul 5 pagi, tukang perahu sudah terjaga. Mereka meninggalkan
rumah atawa gubuk. Tapi baru pukul 6 benar-benar banyak
langganan. Mereka ini para ibu yang pergi ke pasar. Kemudian,
anak-anak sekolah. Arus penyeberangan lantas menderas sekitar
tengah hari, waktu anak sekolah dengan pakaian seragam pulang
beramai-ramai. Bila hari terik seperti bulan-bulan ini, banyak
ibu-ibu masuk ke perahu sambil membawa payung. Pemandangan jadi
sedikit indah.

; Padahal lebar sungai tidak lebih dari 25 meter. Waktu
penyeberangan pun tidak sampai…

Keywords: -

---

Foto Terkait