Habis Manis Dibuangkah Mereka ?
Edisi: 32/08 / Tanggal : 1978-10-07 / Halaman : 34 / Rubrik : SD / Penulis :
LILIK Sumarni, seorang gadis Surabaya benci setengah modar kepada tetangganya. "Sungguh mati, bencinya bukan main hati saya mendapat tetangga baru yang hitam, jelek dan acuh," ujarnya. Begitu bencinya, sampai-sampai ibunya turun tangan menegur sikap gadis itu. "Tetapi anehnya," sambung gadis itu, "kalau sehari dia tidak kelihatan, rasanya kok ada sesuatu yang hilang. Mungkin itulah yang dinamakan benci tetapi rindu."
Pada tahun 1968 Lilik memutuskan nikah dengan tetangganya yang hitam itu. Malang tak dapat dihindari, dua hari sebelum tanggal pernikahan muncul kawat dari Jakarta. Calon suaminya harus memperkuat PSSI untuk pertarungan di Merdeka Games -- Kuala Lumpur--tidak bisa datang pada hari pernikahan, karena pas dengan hari final. Maka lemaslah gadis kota buaya itu. "sayangkan perkawinan yang hanya terjadi sekali seumur hidup dia tinggalkan main bola," kata Lilik kepada TEMPO.
Kepala Emas
Menunda pernikahan mustahil, karena undangan sudah disebar dan persiapan sudah matang. Untung adat Jawa memberikan penyelesaian bagi Lilik karena dimungkinkan pengantin pria diganti dengan keris, apabila berhalangan bersanding. Maka adatpun dihidupkan kembali dalam keadaan yang terpaksa itu. Lalu Haji Sukamto, ketua Persebaya menguslllkan, agar di samping keris juga disandingkan pula sebuah bola sebagai pengganti mempelai pria. "Idam-idaman saya untuk bisa bersanding di pelaminan ternyata hanya bisa bersanding dengan bola," keluh Lilik lagi.
Sementara Lilik bersanding dengan bola, Yacob Sihasale -- mempelai yang tak hadir itu -- berlari mengejar bola di lapangan Kuala Lumpur. Dibayangi wajah isterinya, ia memusatkan perhatiannya pada gawang lawan. Dengan semangat yang luar biasa, ia mainkan kelihaian kepalanya yang diberi julukan "kepala emas". Pada detik yang menentukan saat skors 22, kepalanya itu berhasii menyundul bola merobek gawang lawan. Kedudukan menjadi 3:2 untuk kemenangan Indonesia. Yacob terharu dan melonjak, merasa pengabdian dan pengorbanannya tidak sia-sia.
Dengan dedikasi tinggi plus dukungan moril dari isterinya, Yacob menjadi poros depan PSSI tak kurang dari 12 tahun. Anak Ambon yang dijuluki "Pele" kecil ini memang sudah gila pada bola. Pada awal tahun 70-an, bersama Sutjipto ia menjadi mutiara PSSI, memboyong Piala Raja (Bangkok), Merdeka Games dan Anniversary (Jakarta). Pialapiala yang belakangan ini tak pernah lagi bisa disentuh oleh PSSI.
Kedua pemain itu sempat terpilih memperkuat kesebelasan Asia, tatkala dilangsungkan pertandingan antar benua. Pilihan yang mungkin tidak akan dapat dilakukan lagi sekarang terhadap pemain-pemain PSSI. "Jadi saya ini pemain Asia," kata Yacob…
Keywords: PSSI, Lilik Sumarni, Haji Sukamto, Yacob Sihasale, Sutjipto, Abdul Kadir, Sarnubi, Trio Plus, Sardosono, Judo Hadijanto, Kwee Kiat Sik, Arif Kusnadi, Salmon Nasution, 
Artikel Majalah Text Lainnya
DIA DI BELAKANG PENONTON
1983-02-05Walaupun bisa nonton gratis, penghasilan rata-rata kecil, juga terancam bahaya radiasi.
DI TUBUHMU KULIHAT TATO
1983-02-12Dengan adanya isu bahwa orang bertato akan diculik jumlah permintaan untuk ditato menjadi turun, bahkan…
DI TUBUHMU KULIHAT TATO
1983-02-12Dengan adanya isu orang yang bertato akan dibunuh, jumlah permintaan untuk ditato menjadi turun bahkan…