Ziarah ke Ladang Merah

Edisi: 27/33 / Tanggal : 2004-09-05 / Halaman : 84 / Rubrik : PJL / Penulis : Idayanie, L.N. , ,

Reporter TEMPO berkesempatan menapak bekas-bekas kekejian rezim Khmer Merah. Sebuah perjalanan ke tanah kepedihan.

MUSEUM Toul Sleng, Phnom Penh, Kamboja. Hawa aneh merayap di siang terik, dua pekan lalu. Telapak tangan saya dingin. Suara tangis, jeritan, dan rintihan menyayat datang menggedor. Aneh, hanya telinga saya seorang yang mendengarnya. Kawan-kawan sesama jurnalis yang turut hadir di museum sama sekali tak mendengar keributan yang membikin hati gentar. "Enggak ada suara apa pun, kok," Nani Afrida, wartawan The Jakarta Post, berkata meyakinkan.

Segera saya berusaha menenangkan diri. Santai, ini sekadar halusinasi, begitu pikir saya. Tapi, sialan, suara aneh terus berseliweran diterpa angin yang membawa wangi bunga kemboja. Suara-suara yang membikin leher merinding dan seluruh isi perut serasa diaduk hebat. Tak tahan, saya berlari keluar ruangan mencari hawa segar. Di pekarangan museum, saya jumpai beberapa orang juga sedang menenangkan diri dari rasa horor. Hmm..., saya tidak sendirian.

Beberapa menit kemudian, detak jantung saya mulai terkendali. Ketegangan meluntur. Pelan-pelan saya memberanikan diri kembali bergabung dengan teman serombongan, yakni empat jurnalis Indonesia yang mengikuti kursus jurnalisme investigasi atas undangan dari Southeast Asian Press Alliance (SEAPA) dan Philippine Center for Investigative Journalism.

Bagi saya pribadi, perjalanan kali ini bukanlah sekadar kursus jurnalistik, apalagi cuma pelesiran suka-suka. Saya merasa sedang berziarah ke tanah yang penuh kepedihan. Rasa penasaran, juga seram yang mencekam, memenuhi diri. Biarpun nyali hanya secuil, saya sungguh ingin menapak tilas kekejian seperti yang disuguhkan dalam The Killing Fields, film terbaik peraih Oscar 1984 yang dibintangi Haing S. Ngor dan Sam Waterson.

Langkah demi langkah kami tapaki.…

Keywords: -

---

Foto Terkait