Nur Hassan Wirajuda: Perundingan Damai Butuh Waktu Lama
Edisi: 16/34 / Tanggal : 2005-06-19 / Halaman : 46 / Rubrik : WAW / Penulis : Anom, Andari Karina , Patria, Nezar ,
Pertemuan yang difasilitasi Presiden Amerika Serikat Jimmy Carter ini berujung tragis: Sadat ditembak tentaranya sendiri yang tak setuju ia berunding dengan musuh. Ini menjadi pelajaran diplomasi yang amat berharga bagi Hassan muda. Lalu berbagai negara ia jelajahi, beragam problem diplomasi pun ia arungi.
Pada 1993-1996 ia ditunjuk menjadi mediator konflik Moro di Filipina Selatan. Setelah melampaui hampir 80 kali pertemuan, kesepakatan perdamaian akhirnya dicapai. Salah satu inspirasinya saat itu adalah buku Getting to Say Yes karangan Roger Fisher dan William Ulry tentang teknik negosiasi.
Keandalannya di meja perundingan kembali diuji ketika ia ditunjuk Presiden Abdurrahman Wahid menjadi perunding Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada 2000. Hassan, yang saat itu menjabat Direktur Jenderal Politik Departemen Luar Negeri, mampu membuka jalan perdamaian dengan baik. Saat itu kedua pihak sepakat menjalankan jeda kemanusiaan di Aceh, Juni-Agustus 2000, dan diperpanjang sebulan.
Jeda itu merupakan kesepakatan menghentikan sementara aksi kekerasan oleh kedua kelompok yang bertikai. Hassan menyebut jeda kemanusiaan sebagai momentum untuk membangun kepercayaan. Saya katakan pada Malik Mahmud, jeda kemanusiaan adalah appetizer-nya. Kalau appetizer tidak diteruskan dengan main course, bisa masuk angin, ha-ha-ha..., tutur Hassan kepada Andari Karina Anom, Nezar Patria, dan fotografer Hendra Suhara dari Tempo, yang menemuinya di Departemen Luar Negeri, Pejambon, Jakarta, Kamis pekan lalu.
DPR mempersoalkan perundingan GAM dan RI di Helsinki sebagai internasionalisasi masalah Aceh. Bagaimana tanggapan Anda?
Kita harus melihat titik tolaknya. Apakah perhatian masyarakat internasional terhadap Aceh baru terjadi ketika ada pertemuan di Helsinki? Saya kira tidak. GAM dideklarasikan dan melawan pemerintah RI dengan kekuatan bersenjata sejak 1976. Segala akibatnya, termasuk pelanggaran hak asasi, sudah lama pula menjadi perhatian internasional. Apakah karena informal talks ini, Aceh menjadi perhatian masyarakat internasional? Menurut saya, dari dulu juga sudah. Upaya mencari solusi masalah Aceh bukan hal baru. Pihak yang dilibatkan juga kurang lebih sama. Seperti Henry Dunant Centre, kemudian ada masa CoHA (Cessation of Hostilities Agreement) yang melibatkan Jepang, Amerika Serikat, dan Uni Eropa, dan kini…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…