Jusuf Kalla: "Saya Memang Oportunis"

Edisi: 09/33 / Tanggal : 2004-05-02 / Halaman : 46 / Rubrik : WAW / Penulis : , ,


HARI itu, Rabu pekan lalu, air hujan tumpah dari langit Jakarta nyaris tiada henti. Tapi, sementara radio dan televisi mulai memberitakan kemacetan parah yang melanda seantero ibu kota Republik, perhatian Jusuf Kalla, 62 tahun, tercurah ke tempat lain. Ucu--begitu panggilan Kalla di kampung kelahirannya di Watampone, Makassar--bergegas meninggalkan kantornya di Merdeka Barat. Bekas Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat ini berusaha menembus kemacetan, menuju rumahnya di Jalan Brawijaya, Jakarta Selatan. "Banyak tamu penting yang menunggu di rumah," ucapnya.

Jusuf Kalla memang makin sibuk. Setelah mundur dari konvensi calon presiden Partai Golkar, Kalla melakukan manuver politik yang--di mata sejumlah kalangan--dipandang genius. Ia memilih berduet dengan Susilo Bambang Yudhoyono dalam pemilu presiden/wakil presiden 5 Juli 2004 mendatang. Keputusan itu membuat Kalla langsung meroket. Maklum, Susilo merupakan calon presiden yang namanya tengah menjulang.

Apa alasan pribadi Kalla memilih Susilo? Bagaimana persiapannya dalam pemilu presiden/wakil presiden mendatang? Berapa jumlah dana kampanyenya? Untuk menjawabnya, wartawan TEMPO Setiyardi mewawancarai Jusuf Kalla. Wawancara dilakukan di dalam mobil dinasnya yang tengah terjebak kemacetan. Berikut kutipannya.

Beberapa calon presiden melirik Anda untuk jadi calon wakil presiden. Mengapa Anda memilih Susilo Bambang Yudhoyono?

Saya memang berharap dapat duduk di pemerintahan. Saya ingin menyelenggarakan negara dan membangun pemerintahan yang kuat. Bila menjadi wakil presiden, saya berharap dapat berfungsi sesuai dengan kemampuan saya. Nah, dengan dasar inilah saya kemudian memilih pasangan. Menurut pertimbangan saya, Pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) dapat menjadi partner yang baik. Kami akan menjalankan tugas sesuai dengan kapabilitas masing-masing.

Benarkah Anda memilih SBY karena dia sedang naik daun?

Harus saya akui bahwa SBY sedang sangat populer. Karenanya, pasangan SBY dan Jusuf Kalla lebih punya peluang untuk menang dalam pemilu presiden/ wakil presiden. Kami merupakan pasangan yang cocok dan saling mengisi. Sebagai duet, kami juga saling menguatkan. SBY dari Jawa dan militer. Sedangkan saya dari luar Jawa dan memiliki kemampuan ekonomi.

Anda mendompleng popularitas SBY?

Mendompleng? Tidak mungkin. Saya tidak datang dengan modal nol. Saya punya basis massa di kawasan timur Indonesia. Saya memiliki konstituen kultural. Orang boleh menyebut saya mendompleng SBY bila saya tak memberikan nilai tambah. Lagi pula, saya tidak datang ke SBY untuk menawarkan diri jadi calon wapres. SBY yang mengontak dan mengharapkan saya jadi calon wapresnya. SBY tahu bahwa saya tidak datang dengan nol.

Bagaimana bila ada yang bilang bahwa Anda oportunis?

Itu memang benar. Saya memang oportunis. Dari sudut bahasa, oportunis adalah orang yang suka memanfaatkan setiap peluang yang ada. Saya berangkat dari dunia usaha, yang selalu harus memanfaatkan peluang. Tapi, tolong hal itu dilihat dari sudut pandang yang positif. Dalam konteks pencalonan sebagai wakil presiden, saya oportunis karena ingin memberikan sumbangsih untuk negara. Itu bisa diwujudkan bila saya ada di dalam pemerintahan.

Kapan Anda…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…