IMF BUKAN DEWA PENYELAMAT

Edisi: 05/32 / Tanggal : 2003-04-06 / Halaman : 72 / Rubrik : AK / Penulis : Sinjal, Daud, ,

AWAL Mei 1998, pemerintah menaikkan harga sesuai dengan rancangan IMF. Huru-hara segera berkobar di berbagai kota. Puncaknya, 13 Mei di Jakarta. Fakta bahwa IMF menyulut kerusuhan bukanlah luar biasa dalam sejarah organisasi keuangan itu. Pengalaman di sejumlah negara Amerika Latin cukup menjadi bukti. Kita saja yang tak mau menjadikannya pelajaran.

Sejak 1997, Rizal Ramli dan sejumlah ekonom muda sudah meminta agar tak mengundang IMF untuk mengatasi krisis. Mereka bertolak dari fakta bahwa tingkat keberhasilan program IMF di seluruh dunia sangat rendah, hanya 30 persen. Itu pun cuma di negara-negara yang relatif kecil atau masih dalam tahap awal proses pembangunan ekonomi, seperti saat IMF masuk ke Indonesia pada 1966.

Di negara-negara yang ekonominya lebih kompleks dan berskala besar, IMF jarang berhasil. Kalaupun sukses, hanya sementara. Sejumlah negara di Amerika Latin, dan kemudian Indonesia, yang didiagnosis dan diobati IMF, malah jadi pasien kambuhan. Dipompa utang, pulih sementara. Lalu sakit lagi, dan makin parah.

Pada 31 Oktober 1997, Direktur Pelaksana IMF Michel Camdessus menyilangkan kedua lengannya di dada, menyaksikan Presiden Soeharto membungkuk menandatangani "kontrak penyerahan nasib" ekonomi RI ke tangan IMF sampai November 2002. Foto besar itu pun dimuat banyak media dunia, dengan konotasi yang dimafhumi bersama. IMF bangga dan memuji Soeharto karena akan bertanggung jawab dan memberikan jaminan pribadi. Dalam urusan ekonomi pun basa-basi politik tetap diwajibkan, termasuk berpura-pura percaya bahwa jaminan pribadi semacam…

Keywords: -

---

Foto Terkait