Sri Mulyani Indrawati: Dana Rehabilitasi Aceh Seperti Telur Dan Ayam

Edisi: 02/34 / Tanggal : 2005-03-13 / Halaman : 46 / Rubrik : WAW / Penulis : Zulkifli, Arif , Wijayanta, Hanibal W.Y. , Aryanto, Y. Tomi


PEKAN ini seharusnya Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Sri Mulyani Indrawati sudah berada di Paris. Bukan untuk jalan-jalan di Champ de Elysses, melainkan untuk merundingkan sebuah komitmen bantuan yang besar dari salah satu lembaga internasional untuk pembangunan Aceh. Namun, situasi Tanah Air yang memanas setelah pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak membuat rencana itu ditunda. "Presiden minta saya siap di Jakarta," ujarnya. Rekonstruksi Aceh jelas bakal menjadi proyek raksasa dalam lima tahun ke depan. Ibarat magnet, banyak orang ingin terlibat. Motifnya beragam: ada yang tulus membantu, tapi ada pula yang sekadar "mencari kesempatan". Tak jarang sebagai "koordinator" perencanaan pembangunan Aceh, Ani—begitu panggilan akrabnya—menemukan satu proyek yang diklaim lebih dari satu pihak. Potensi kebocoran juga ditemukannya di sana-sini. Di tengah kesibukan mempersiapkan rencana rekonstruksi Aceh, Sri Mulyani menerima wartawan Tempo Arif Zulkifli, Hanibal W.Y. Wijayanta, Y. Tomi Aryanto, dan fotografer Bernard Chaniago, Kamis sore pekan lalu. Bekas Direktur Eksekutif International Monetary Fund (IMF) itu tampak lebih ramping dari biasanya. Katanya, pekerjaannya mengurus Aceh dan bahan bakar minyak (BBM) telah membantunya mengurangi berat badan. "Kalau ada yang bilang saya lebih langsing, itu sebenarnya hanya untuk mengatakan kasihan," kata wanita kelahiran 26 Agustus 1962 itu. Meski sibuk, ia tampak cerah dan sedikit modis. Dalam dua kali wawancara—terputus oleh jeda rapat Ani dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla—ia mengenakan dua busana: blus warna hijau cerah dan batik lengan panjang dengan kerah sanghai. "Di sini saya bahkan diberi ajudan khusus yang mengatur pakaian," tuturnya tersenyum. Siapa yang menyusun cetak biru rekonstruksi Aceh? Kerjanya simultan. Setelah Presiden meninjau dampak tsunami yang sangat dahsyat, yang terpikir kemudian adalah kebutuhan akan usaha rekonstruksi luar biasa. Rekonstruksi benar-benar bersifat fisik dan institusional karena masyarakat maupun lembaga pemerintah daerah semua terkena dampak. Jadi, kami langsung membuat kerja simultan dan tidak usah saling menunggu. Dulu sempat akan dibuat badan otorita, lalu mengapa tidak jadi? Diskusi tentang Badan Otorita Aceh muncul formal dalam proses politik. Lebih dari satu setengah bulan para menteri terserap perhatiannya hanya untuk Aceh. Lalu, muncul kebutuhan untuk membentuk Badan Otorita Aceh: badan setingkat menteri dan bertanggung jawab…

Keywords: Wawancara Sri MulyaniRehabilitasi Aceh
Rp. 15.000

Foto Terkait


Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…