Saat Pandemi, Kita Bicara Kemanusiaan
Edisi: Edisi / Tanggal : 2020-05-16 / Halaman : / Rubrik : WAW / Penulis :
DARI Korea Selatan, kabar pelarungan jenazah tiga warga negara Indonesia yang bekerja di kapal penangkap ikan berbendera Cina menyulut kehebohan di Tanah Air. Peristiwa yang pertama kali dilaporkan stasiun televisi MBC pada Rabu, 6 Mei lalu, itu seketika viral di berbagai pemberitaan dan media sosial di Indonesia.
Kasus ini tak luput membuat sibuk Menteri Luar Negeri Retno Lestari Priansari Marsudi. Ia mengerahkan para diplomat di Jakarta, Beijing, hingga Seoul untuk menelusuri persoalan yang melibatkan perusahaan asal Cina itu. “Kami juga meminta pemerintah Tiongkok membantu kami mendalami isu ini karena ini kan pihak swastanya,” kata Retno dalam wawancara khusus dengan Tempo, Jumat, 8 Mei lalu.
Meski sedang berfokus menangani pandemi Covid-19, Retno menjamin pemerintah tidak akan menomorduakan kasus yang merugikan anak buah kapal (ABK) asal Indonesia itu. Ia menyoroti pentingnya proses rekrutmen di dalam negeri untuk mencegah terjadinya pelanggaran terhadap ABK Indonesia di kapal-kapal asing. “Kalau hulunya tidak kukuh, tidak jelas rekrutmennya, akan berimbas pada hilirnya,” ucap Retno, 57 tahun.
Dari kantornya di Pejambon, Jakarta Pusat, Retno berbincang dengan wartawan Tempo, Sapto Yunus, Mahardika Satria Hadi, dan Gabriel Wahyu Titiyoga, melalui konferensi video. Selama lebih dari satu jam, ia menceritakan penanganan kasus ABK, kerja sama negara-negara anggota Gerakan Non-Blok dalam mengatasi pandemi Covid-19, hingga pemulangan ribuan warga Indonesia dari beberapa negara yang terkena dampak pandemi. Retno memberikan keterangan tambahan pada Ahad, 10 Mei lalu.
Apa yang sebenarnya terjadi di balik pelarungan tiga jenazah ABK asal Indonesia itu?
Saya ingin membaginya begini, cerita pertama tentang 46 ABK yang bekerja di empat kapal berbendera Tiongkok. Ada kapal Long Xing 629, Long Xing 605, Tian Yu 8, dan Long Xing 606. Di kapal Long Xing 629, misalnya, ada 15 ABK kita yang bekerja di sana. Satu orang di antaranya, EP, meninggal saat kapal merapat di Busan, Korea Selatan. Jadi saat mereka sudah di darat, satu orang sakit, lalu dirawat dan akhirnya meninggal karena memiliki penyakit bawaan pneumonia. Nah, 15 ABK itu, baik yang sehat maupun yang meninggal, sekarang sedang dipulangkan. Jadi soal penanganan ABK di kapal pertama ini bisa dikatakan done.
(Retno telah bertemu dengan 14 anak buah kapal di Balai Karantina Bambu Apus, Jakarta Timur, Ahad pagi, 10 Mei lalu. Mereka tiba dua hari sebelumnya pada pukul 15.15. Jenazah EP juga tiba pada hari yang sama. Dari pertemuan itu, Retno mendapat informasi tentang persoalan pembayaran gaji dan jam kerja mereka yang rata-rata lebih dari 18 jam per hari.)
Bagaimana dengan ABK lain?
Kapal kedua ada delapan WNI, kapal ketiga ada tiga WNI. Semuanya sudah kembali pada 24 April lalu. Jadi bisa dikatakan dua kapal ini done. Kapal terakhir isinya 20 ABK. Sebanyak 18 orang sudah kembali pada 3 Mei lalu. Dua orang lainnya masih di kapal dan dalam proses pemulangan. Ini cerita pertama mengenai penanganan 46 ABK Indonesia yang bekerja di empat kapal berbendera Tiongkok. Relatif hampir selesai semuanya. Cerita kedua yang banyak keluar di media sosial adalah mengenai pelarungan tiga jenazah WNI. Jadi intinya begini, yang meninggal itu ada empat orang. Satu yang tadi di Busan. Dua orang lainnya, SP dan AL, dari Long Xing 629 meninggal pada Desember 2019. Kapal berlayar di Samudra Pasifik dekat Samoa. Duta Besar Indonesia di Wellington, Selandia Baru, yang melaporkan. Saat itu, kami sudah bergerak.
Bagaimana penjelasannya ketika itu?
Dari keterangan kapten kapal, dan ini perlu diinvestigasi lagi, WNI yang meninggal itu karena penyakit menular. Untuk memproteksi awak kapal yang lain dan sudah dengan persetujuan awak kapal yang lain, jenazah dilarung atau dikubur di laut. Menurut Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) memang ada istilah burial at sea. Ini bukan hal yang pertama kali terjadi. Tapi di ILO diatur…
Keywords: Korea Selatan, Kapal Nelayan, Retno LP Marsudi, Migrant Workers, Menteri Luar Negeri, Hubungan Indonesia-Jepang, Nelayan, Kapal Asing dan Pencurian Ikan, Cina | Pemerintah Cina, Virus Corona, Covid-19, Vaksin Covid-19, 
Artikel Majalah Text Lainnya
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…