Ketakseimbangan Relasi Awal Kekerasan Seksual
Edisi: Edisi / Tanggal : 2020-09-26 / Halaman : / Rubrik : WAW / Penulis :
KOMISI Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat laporan tentang kekerasan terhadap perempuan meningkat sejak pandemi Covid-19. Bentuk kekerasan yang dialami bukan hanya fisik, tapi juga psikis, seksual, hingga kekerasan ekonomi. Sejak awal pagebluk, Komnas Perempuan sudah memprediksi peningkatan tersebut bakal terjadi. “Akan ada lonjakan (jumlah) kekerasan dalam rumah tangga, meskipun ada anomali dalam pelaporan,” ujar Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani dalam wawancara khusus dengan Tempo, Senin, 31 Agustus lalu.
Sejak Januari hingga Mei lalu, Komnas Perempuan menerima lebih dari 900 pengaduan. Tahun sebelumnya angkanya berkisar 100-an pengaduan per bulan. Terlepas dari angka pengaduan yang meningkat, Yentriyani menyoroti cara membaca data yang selalu membandingkan jumlah pelaporan dari tahun ke tahun. Menurut dia, sebaiknya cara pembacaan tersebut digeser dengan membandingkan jumlah pelaporan dengan kasus yang bisa dituntaskan hingga pengadilan.
Selama ini, kata dia, penuntasan kasus hingga pengadilan belum maksimal. Komnas Perempuan mencatat, pada 2016- 2019, untuk kasus pemerkosaan saja kurang dari 30 persen yang tuntas hingga pengadilan. Komnas sedang mengembangkan cara bagaimana lembaga itu dapat mengajak kejaksaan, kepolisian, dan pengadilan untuk memeriksa ulang berapa banyak data yang masuk di layanan tingkat pertama sampai ke pemidanaan. “Bangunan hukum di Indonesia masih belum bisa mendengarkan korban dengan baik,” ujar Ani—sapaan akrab Yentriyani.
Yentriyani menerima wartawan Tempo, Mahardika Satria Hadi, Abdul Manan, dan Nur Alfiyah, di kantornya di Jalan Latuharhari, Jakarta Pusat. Ia juga menceritakan pentingnya pengesahan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual. Selain melindungi korban kekerasan seksual, rancangan aturan tersebut mencantumkan pemantauan pelaporan yang bisa mendorong efektivitas penuntasan kasus.
Apa dampak pandemi yang paling dirasakan oleh perempuan?
Di awal pandemi, perhatian Komnas Perempuan tertuju pada dua hal, yaitu kerentanan perempuan terpapar virus dan dampak dari pandemi serta kebijakan penanganannya. Menurut data, sebagian besar perempuan bekerja di sektor yang bersifat servis dan pasti menjadi garda terdepan, seperti resepsionis, customer service, dan teller bank.
Bagaimana dengan perempuan yang bekerja di sektor yang rawan terpapar virus seperti tenaga medis?
Kami juga memperhatikan petugas medis. Selain dokter, banyak perawat dan petugas lain yang biasanya perempuan. Juga perkantoran dan pabrik, yang perlindungan terhadap perempuan tidak terlalu tinggi, sehingga ketika mereka berkumpul di satu ruang dengan standar kesehatan rendah, kemungkinan terpapar juga lebih besar. Dalam keluarga, ketika ada anggota keluarga terpapar Covid-19 dan sakit, otomatis perempuan yang melayani, menjaga, dan merawat, sehingga kemungkinan terpapar sangat besar.
Seberapa besar dampak kebijakan terkait dengan pandemi terhadap perempuan?
Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang langsung diikuti dengan kebijakan bersekolah di rumah dan bekerja dari rumah, misalnya, membuat repot perempuan yang memiliki anak usia sekolah. Sekolah online tidak otomatis memberikan kesempatan kepada anak memahami pelajaran atau tugas, sehingga ibu diharapkan mendampinginya. Hasil survei online kami pada April-Mei lalu mencatat satu dari tiga responden perempuan mengatakan durasi kerjanya bertambah lebih dari tiga jam sehari. Meski perempuan dan laki-laki sama-sama mengerjakan pekerjaan rumah, yang mengalami stres kebanyakan perempuan. Karena semua orang berada dalam satu ruangan yang sama, untuk keluarga yang sedari awal sudah punya masalah, kondisinya menjadi makin tegang.
Ketegangan itu yang menjadi sumber kekerasan?
Betul. Dari hasil survei Komnas Perempuan, jika pasangannya sudah berusia lebih dari 40 tahun dan anak mereka sudah menjelang dewasa, tingkat ketegangan lebih rendah. Sedangkan pasangan berusia di bawah 30 tahun dengan anak yang masih muda, berpenghasilan di bawah Rp 5 juta per bulan, dan berisiko kehilangan pekerjaan akibat pandemi, ketegangannya lebih tinggi. Para responden mengatakan mereka makin sering mengalami kekerasan, terutama kekerasan psikis, seperti saling memarahi. Banyak sekali diskusi di tingkat internasional menyebutkan kekerasan dalam rumah…
Keywords: Pelecehan Seksual, Komnas Perempuan, Kekerasan terhadap perempuan, Virus Corona, Covid-19, Pelecehan Seksual di Gereja Katolik, Pelecehan Seksual di Gereja Katolik Depok, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual , 
Artikel Majalah Text Lainnya
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…