Memori Kekerasan: Antara Uruguay Dan Kita
Edisi: Edisi / Tanggal : 2021-01-09 / Halaman : / Rubrik : LAPSUS / Penulis :
PADA siang terang-benderang, satu keluarga berpiknik di lapangan hijau. Ayah, ibu, anak perempuan, dan seorang tante yang semuanya mengenakan pakaian putih. Anak perempuan datang membawa semangka, yang segera ia potong di atas taplak putih. Mereka mengobrol ringan, tentang baju renang dan pusat belanja. Si anak melontarkan pertanyaan iseng kepada ayahnya. Warna kesukaan? Makanan favorit? Minuman? Merokok atau tidak? Kamera menyorot wajah si ayah (diperankan Jamaluddin Latif) yang awalnya berhias senyum, lantas menjadi penuh kerut dan amarah ketika pertanyaan itu terus berlanjut dan makin mendesak. Nama? Umur? Pekerjaan? Partai politik? Afiliasi politik? Umur? Nama? “Aku ini ayahmu!” kata si ayah berpekik, lalu beranjak dari tikar piknik mereka. Begitu sepotong adegan dalam tafsir sutradara Yogyakarta, Agnes Christina, atas naskah Waktu tanpa Buku.
Adegan interogasi serupa muncul dalam pentas berbeda yang disutradarai Ramdiana asal Aceh. Pada tafsir Ramdiana, taman hijau berganti ruang gulita. Ketegangan dibangun lewat bunyi detak jam yang kelewat kencang dan pendar kemerahan yang menyoroti wajah-wajah yang sedang dicecar pertanyaan. Mulanya seorang laki-laki gugup yang diinterogasi oleh penanya tak terlihat. Nama? Ahmad. Pekerjaan? Pedagang. Alamat? Simpang KKA belok kanan masuk kiri…. Lalu giliran perempuan berkerudung. Nama? Nadia. Umur? Sembilan belas tahun. KTP punya? Tidak. KTP Merah Putih kamu punya? Tidak. Tinggal di mana? Cot Murong….
Pentas teater Waktu tanpa Buku yang disutradarai Ramdiani. YouTube
Jawaban-jawaban itu memberi konteks sangat berbeda atas dialog yang berasal dari naskah yang sama dengan judul asli Time without Books tersebut. Dan, tak hanya dua, tiga sutradara perempuan juga turut dalam proyek mementaskan naskah yang ditulis dramawan feminis Norwegia, Lene Therese Teigen, itu. Satu naskah dan lima sutradara ini menghasilkan lima pertunjukan berformat teater film yang ditayangkan lewat saluran YouTube Institut Ungu Media sepanjang 1-10 Desember tahun lalu. Orang yang berada di belakang proyek yang rasanya tak pernah ada dalam jagat teater kita ini adalah produser sekaligus penerjemah naskah Faiza Mardzoeki.
Pertama kali disodorkan naskah Time without…
Keywords: Tokoh Seni Pilihan, 
Foto Terkait
Artikel Majalah Text Lainnya
Ini Keringanan atau Deal yang Rasional?
1994-02-05Setelah mou ditandatangani, penggubah lagu pop rinto harahap akan diakui kelihaiannya dalam bernegosiasi perkara utang-piutang.…
Modifikasi Sudah Tiga Kali
1994-02-05Perundingan itu hanya antara bi dan pt star. george kapitan bahkan tidak memegang proposal rinto…
Cukup Sebulan buat Deposan
1994-02-05Utang bank summa masih besar. tapi rinto harahap yakin itu bisa lunas dalam sebulan. dari…