Potensi Tafsir Bias Gender Masih Tinggi
Edisi: Edisi / Tanggal : 2021-05-08 / Halaman : / Rubrik : WAW / Penulis :
BERTAHUN-TAHUN bergelut di dunia aktivisme perempuan, Nur Rofiah terbentur pada realitas pahit. Ahli tafsir Al-Quran dan pegiat keadilan gender ini tak hanya bertemu dengan para perempuan korban kekerasan. Dari interaksinya dengan aktivis di berbagai organisasi perempuan, dia juga mendapati banyak perempuan yang menjadi kepala keluarga. Doktor ilmu Al-Quran dan tafsir yang mengajar di Institut Perguruan Tinggi Ilmu Al-Quran Jakarta Selatan ini mengatakan jutaan keluarga di Indonesia dikepalai oleh perempuan. Ada yang menjadi kepala rumah tangga karena suaminya meninggal. Banyak pula karena laki-lakinya tidak berdaya, seperti sakit, terjerat kasus hukum, atau bahkan sengaja menelantarkan. Tidak sedikit dari para perempuan itu harus mengadu nasib sebagai buruh migran demi menafkahi keluarganya. “Tapi, kalau saya di kampus bicara tentang kepala keluarga, pasti laki-laki, ayatnya laki-laki. Jadi ada gap yang begitu besar,” tutur Nur Rofiah, 49 tahun, dalam wawancara khusus dengan Tempo melalui konferensi video, Kamis, 29 April lalu. Berbekal pengalaman itu, Nur Rofiah mulai meneliti dan menuliskan berbagai aspek kehidupan perempuan. Lewat forum diskusi, dia memperjuangkan keadilan gender bagi perempuan, di antaranya turut menggagas Kongres Ulama Perempuan Indonesia pada 2017 di Cirebon, Jawa Tengah. Sejak 2019, dia juga menggelar Ngaji Keadilan Gender Islam (KGI), yang menawarkan cara pandang baru memahami Al-Quran yang mengusung semangat keadilan pada perempuan. Pengajian itu menarik minat ribuan orang, dari mahasiswa, dosen, pengurus partai politik, aktivis, hingga pengasuh pesantren. “Dengan banyaknya peserta, saya jadi berpikir, jangan-jangan ada kebutuhan tinggi di kalangan masyarakat untuk belajar Islam yang adil gender,” ujarnya. Kepada wartawan Tempo, Sapto Yunus, Mahardika Satria Hadi, dan Abdul Manan, Nur Rofiah menceritakan keputusannya mengadvokasi keadilan gender lewat jalur dakwah, menguatnya fundamentalisme Islam yang banyak merugikan perempuan, serta masih tingginya potensi tafsir yang bias gender dalam Islam.
Mengapa antusiasme masyarakat begitu tinggi terhadap Ngaji Keadilan Gender Islam? Setelah arus fundamentalisme Islam makin kuat, propaganda poligami begitu kencang. Orang didorong untuk poligami. Wacana tentang Islam yang bias gender juga semakin marak di media sosial, kawin anak semakin gencar dipropagandakan, dan wacana sunat perempuan mulai digarap. Semua yang dikhawatirkan tiba-tiba malah digencarkan. Digambarkan perempuan bisa saja menolak poligami selama hidup, tapi nanti di akhirat tidak mungkin menolak karena jadi bidadari. Ini wacana yang membuat perempuan gelisah betul. Di dunia sudah melayani, kok masuk surga masih jadi pelayan juga? Kapan istirahatnya, he-he-he.... Anda menangkap kegelisahan itu dari para peserta Ngaji KGI? Sebenarnya, yang pertama, kegelisahan saya yang membuat saya terjun dalam isu ini. Saya sudah lama memendam pertanyaan besar, kenapa masyarakat dan negara yang semakin ingin terlihat islami kecenderungannya malah semakin sulit memenuhi hak perempuan dengan baik? Seperti apa contohnya?
Bersama Fatayat Nahdlatul Ulama saya pernah meneliti buruh migran perempuan di Hong Kong, Timur Tengah, Malaysia, dan Singapura. Temuannya menarik.…
Keywords: Kesenjangan Gender, Agama Islam, Kekerasan terhadap perempuan, 
Artikel Majalah Text Lainnya
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…