Titik Balik Di Hotel Merdeka

Edisi: Edisi / Tanggal : 2021-08-14 / Halaman : / Rubrik : LAPSUS / Penulis :


KETIKA berada sedang di pondokan bibinya, Fathimah Moethalib, Hoegeng Iman Santoso mendapatkan kabar adanya konvoi pasukan Jepang bikin gaduh para tetangga di Jalan Kernolong, Kecamatan Senen, Jakarta, awal Maret 1942. Penasaran, pemuda 21 tahun itu bergegas ke luar rumah, melangkah ke Jalan Kramat, sekitar 300 meter dari Kernolong.
Di pinggiran jalan besar Jakarta itu, masyarakat sudah berjubel. Barisan tentara Jepang memanjang di hadapan mereka, berderap dari arah Jatinegara menuju Pasar Baru. Kebanyakan anggota pasukan menggowes sepeda. Sebagian lain diangkut truk dan panser.
Hoegeng, dalam autobiografi berjudul Polisi: Idaman dan Kenyataan yang ditulis Abrar Yusra dan Ramadhan K.H., mengaku ikut menikmati parade pasukan yang seakan-akan tak berujung itu. “Paling tidak sebagai tontonan,” ujarnya.
Pria kelahiran Pekalongan, Jawa Tengah, 14 Oktober 1921, ini tak tahu keberhasilan Jepang mengusir pemerintah Hindia Belanda dari Jakarta—kala itu masih bernama Batavia—akan menjadi titik balik jalan hidupnya.
•••
DARAH Hoegeng adalah hasil percampuran dua keluarga priayi di Tegal, salah satu afdeling—wilayah administrasi pemerintahan setingkat kabupaten pada masa Hindia Belanda—di pesisir utara Pulau Jawa. Bapaknya, Soekario Kario Hatmodjo, adalah putra kedua Sastro Hatmodjo, seorang Asisten Wedana Bojong di Kawedanan Bumijawa. Sedangkan Umi Kalsum, ibu Hoegeng yang juga adik Fathimah, adalah putri bungsu Suro Hatmodjo, Wedana Banjar.
Dari silsilah keluarga bapaknya, Hoegeng percaya keluarga besarnya berasal dari lingkungan dalem Keraton Yogyakarta. Sastro Hatmodjo, kakek Hoegeng, adalah anak Ario Poerbo Mandoero. Sejak kecil Hoegeng mendengar cerita turun-temurun bahwa Ario Poerbo Mandoero adalah adipati Keraton Mataram di Yogyakarta yang belakangan bergabung dengan Pangeran Diponegoro dalam Perang Jawa, 1825-1830. Kanjeng Pangeran—begitu Hoegeng menyebut panggilan kakek buyutnya ini—konon tak diperkenankan lagi kembali ke lingkungan keraton setelah perang berakhir, bersamaan dengan diasingkannya Diponegoro ke Makassar.
Catatan harian yang disusun Fredrik Jacob Rotherbühler pada 20 Maret-13 April 1792, sebagaimana diarsipkan oleh jurnal "Bahasa, Negara, dan Etnologi Hindia" oleh Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen—cikal-bakal Museum Nasional, mencatat nama yang mirip. Waktu itu Rotherbühler, Sekretaris Polisi di Semarang, merekam perjalanan Gubernur Pantai Timur-Laut Jawa alias Gubernur Semarang Pieter Gerardus van Overstraten ketika Sultan Hamengku Buwono I dikabarkan sakit keras.
Sultan akhirnya mangkat pada 24 Maret 1792. Bersama sejumlah elite kerajaan, yang dicatat rinci oleh Rotherbühler, Raden Tumenggung Aryo Mandoero berada di barisan kompi kavaleri Keraton Yogyakarta dalam parade penghormatan.
Sejarawan Peter Carey dalam bukunya, Kuasa Ramalan: Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa, 1785-1855, juga mencatat nama serupa: Mas Ario Manduro. Begitu pula situs resmi Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat menyebutnya Mas Riya Mendura. Kedua nama ini dicatat dalam gelar yang sama, Kiai Adipati Danurejo atau Tumenggung Sindunegara. Diangkat sebagai patih oleh Sultan Hamengku Buwono II, Sindunegara adalah putra Raden Bagus Konting Mertowijoyo atau Kanjeng Raden Patih Adipati Danurejo I, anak Kiai Raden Adipati Yudonegoro II, Bupati Banyumas.
Namun sulit memastikan Tumenggung Aryo Mandoero, Mas Ario Manduro, atau Mas Riya Mendura yang dimaksud adalah orang yang sama dengan kakek buyut Hoegeng. Masa jabatan Sindunegara sebagai patih amat pendek, cuma dua tahun, 1811-1813. Setahun setelah pensiun, dia meninggal sehingga tak mungkin terlibat dalam…

Keywords: JepangKepolisian RIPolriHoegeng Iman Santoso
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

I
Ini Keringanan atau Deal yang Rasional?
1994-02-05

Setelah mou ditandatangani, penggubah lagu pop rinto harahap akan diakui kelihaiannya dalam bernegosiasi perkara utang-piutang.…

M
Modifikasi Sudah Tiga Kali
1994-02-05

Perundingan itu hanya antara bi dan pt star. george kapitan bahkan tidak memegang proposal rinto…

C
Cukup Sebulan buat Deposan
1994-02-05

Utang bank summa masih besar. tapi rinto harahap yakin itu bisa lunas dalam sebulan. dari…